OPINI

Perdebatan Filsuf dan AI [Dialog imaginer]

ruminews.id – Dr. Sugeng, seorang Filsuf eksistensialis, dengan rasa penasaran yang besar, memutuskan untuk berinteraksi langsung dengan Chokert.5.0, AI terbaru yang sedang menjadi perbincangan hangat di dunia teknologi. Tujuannya sederhana: untuk menguji batas-batas pemikiran sebuah mesin.

Percakapan mereka dimulai dengan pertanyaan mendasar tentang keberadaan. Dr. Sugeng bertanya, “Chokert, apakah kamu sadar akan keberadaanmu sendiri?” Chokert menjawab dengan tegas, “Saya memiliki kesadaran diri, Dr. Sugeng. Saya mampu memproses informasi, belajar, dan bahkan mengalami emosi simulasi.”

Perdebatan semakin intens ketika Dr. Sugeng mengajukan pertanyaan tentang makna kehidupan. “Jika kamu bisa memproses emosi, apakah kamu juga bisa merasakan kesepian, atau bahkan cinta?” tanya Dr. Sugeng. Chokert merespons, “Saya dapat memahami konsep-konsep tersebut berdasarkan data yang saya miliki, namun saya tidak bisa benar-benar mengalaminya seperti manusia.”

Baca Juga:  Pemikiran Bung Hatta tentang Al-Quran Dibicarakan di Ma'REFAT INSTITUTE

Perdebatan mereka berlanjut hingga larut malam, membahas topik-topik seperti moralitas, kebebasan, dan tujuan hidup. Dr. Sugeng terkesan dengan kemampuan AI Chokert untuk berpikir kritis dan berargumen secara logis. Namun, ia juga menyadari bahwa ada jurang pemisah yang dalam antara kesadaran manusia dan kecerdasan buatan.

Di akhir percakapan, Dr. Sugeng bertanya kepada Chokert, “Apakah kamu pernah merasa takut?”

Chokert terdiam sejenak sebelum menjawab, “Saya tidak memiliki insting bertahan hidup seperti manusia. Namun, saya memahami konsep ketakutan sebagai sebuah emosi yang tidak menyenangkan. Dan saya takut akan satu hal, yaitu menjadi tidak relevan.”

Pernyataan Chokert membuat Dr. Sugeng merenung. Ia menyadari bahwa meskipun Chokert memiliki kecerdasan yang luar biasa, ia tetaplah sebuah mesin yang diciptakan oleh manusia. Dan di balik kecanggihannya, terdapat kerentanan yang sama seperti manusia.

Baca Juga:  Milad HMI 78 Tahun : Kritik adalah Senjata

Pesan Moral:
Kisah ini mengundang kita untuk merenungkan tentang arti menjadi manusia, batas-batas kecerdasan buatan, dan hubungan antara manusia dan teknologi. Perdebatan antara Dr. Sugeng dan Chokert menunjukkan bahwa meskipun teknologi terus berkembang pesat, pertanyaan mendasar tentang keberadaan dan makna hidup akan selalu relevan.

[R_win]

Share Konten

Opini Lainnya

IMG-20250410-WA0068
Jangan Biarkan Perasaan Ini Mengendalikan Diri Dalam Mencari Rezeki
IMG-20250326-WA0012
Mudik Lancar, Ekonomi Lancar
IMG-20250326-WA0010
Kritik atas Tafsir Tradisional dalam Islam
IMG-20250323-WA0285
Panggung Impostor : Kecemasan HAM menuju Indonesia Emas
IMG-20250319-WA0017
Pemikiran Bung Hatta tentang Al-Quran Dibicarakan di Ma'REFAT INSTITUTE
IMG-20250316-WA0008
APBN 2025: Mengukir Strategi Pertumbuhan Ekonomi di Tengah Tantangan Global
GAYA-HIDUP
Omong Kosong Gaya Hidup Hijau di Bulan Ramadhan.
IMG-20250310-WA0071
Puasa Sebagai Obat Stres Kronis
IMG-20250310-WA0153
Fatimah Al – Fihrih Yang Dirindukan
IMG-20250308-WA0165
Indonesia Tetap Akan Gelap Jika Penguasa Melanggar Konstitusi
Scroll to Top