ruminews.id – Baru-baru ini, publik dibuat tercengang oleh Pidato Gibran Rakabuming Raka (Mas Wapres) dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Johannes burg Afrika Selatan, Sabtu (22/11/2025) lalu, bagaimana tidak, Mas Wapres yang dikenal jarang berpidato di publik kini tampil gagah di forum dunia tersebut, meski citranya yang kerap dianggap plonga-plongo oleh beberapa nitizen yang tentu sampai saat ini masih meragukan skill pidato Mas Wapres.
Namun, itu semua terbantahkan, Mas Wapres justru mengikis stigma tentang tak bisa berpidato, ia tampil gagah berani, potongan video di berbagai media sosial ramai memperlihatkan bagaimana ia santai bercakap-cakap dengan pemimpin dari berbagai negara yang hadir di forum tersebut. Sebagai generasi muda, tentu ini langkah baik yang harus di apresiasi, kita tak lagi bicara pemilu 2024, melainkan satu langkah penting untuk menyampaikan gagasan kepada dunia. Bagi penulis, pidato Mas Wapres di KTT G20 bukan sekadar seremoni diplomasi, tetapi juga cerminan arah kepemimpinan baru di Indonesia. Bagi generasi muda, momen tersebut menjadi semacam “uji panggung internasional” yang memperlihatkan bagaimana seorang pemimpin muda membawa isu-isu global dengan gaya komunikasi yang berbeda dari generasi sebelumnya di era ketika ide jauh lebih dihargai daripada umur, kehadiran pemimpin muda seharusnya membawa angin segar bukan sekadar repetisi narasi lama.
Dari perspektif anak muda, setidaknya ada tiga hal yang bisa ditakar dari penampilan Mas Wapres tersebut. Pertama, keberanian tampil dan mengambil ruang. Di tengah kritik dan keraguan publik terhadap kapasitasnya, Mas Wapres berani tampil di ruang global yang penuh sorotan. Bagi anak muda, keberanian semacam ini penting karena menunjukkan bahwa generasi baru bisa hadir di meja perundingan dunia, bukan hanya sebagai penonton tetapi sebagai aktor yang menyampaikan gagasannya. Kehadirannya di KTT G20 sekaligus membantah framing yang kerap menyebut bahwa Mas Wapres tidak bisa berbahasa inggris, namun nyatanya pronounciation atau cara mengartikulasikan kata sangat jelas dan khas gaya anak muda.
Kedua, pilihan isu yang dibawakan. Mas Wapresmenyinggung soal ekonomi digital, UMKM, dan ketahanan pangan. Isu yang sangat dekat dengan denyut kehidupan generasi muda. Anak muda Indonesia menunjukkan minat besar dalam wirausaha, ekonomi kreatif, dan inovasi teknologi. Dalam konteks ini, pidato Mas Wapres tentu sangatrelevan, meskipun bagi sebagian anak muda menilai bahwa penyampaiannya masih dianggap normatif dan belum memperlihatkan kedalaman analisis yang menampilkan visi jangka panjang. Artinya iya Mas Wapres bisa membaca teks dengan baik, namun belum tentu paham dengan konteks.Singkatnya, keberanian berbicara belum tentu sama dengan keberanian memimpin wacana.
Ketiga, gaya komunikasi. Mas Wapres tampil lugas, ringkas, dan tidak berlarut-larut dengan permainan retorika. Gaya ini cocok dengan selera anak muda yang lebih menyukai komunikasi cepat dan to the point. Namun, sebagian lain melihat gaya tersebut terlalu kaku dan kurang menunjukkan karakter kepemimpinan yang kuat. Bahkan sebahagian menilai, teks yang dibacakan sudah dihafal atau hasil suara Artificial Intelegence (AI) yang kerap ia dengungkan ke publik. Dalam hal ini, anak muda cenderung menilai dan mencari figur yang bukan hanya komunikatif, tetapi juga mampu memancarkan arah perubahan dan empati sosial.
Meski demikian, penulis mengapresiasi langkah penting Mas Wapres di forum KTT G20, ini sekaligus menunjukkantransisi kepemimpinan lintas generasi. Ia membuka ruang baru bahwa pemimpin muda Indonesia bisa hadir di panggung global, meski ruang itu masih memerlukan pembuktian lebih jauh. Bagi anak muda, yang terpenting bukan hanya tampil di forum internasional, tetapi membawa gagasan segar yang betul-betul menjawab keresahan generasi hari ini : pekerjaan layak (baca : 19 juta), pendidikan berkualitas, keberlanjutan lingkungan, dan demokrasi yang sehat.
Pada akhirnya, banyak anak muda menilai bahwa pidato Mas Wapres adalah langkah awal sebuah “teaser” bukan puncak capaian. Momen ini menjadi pengingat bahwa regenerasi kepemimpinan tidak boleh hanya menjadi slogan,ia harus organik baik secara gagasan, keberanian moral, dan keberpihakan pada publik. Mas Wapres sudah masuk ke forum global; kini generasi muda menunggu apakah ia akan memanfaatkan momentum ini untuk menunjukkan bahwa pemimpin muda Indonesia bukan hanya pewaris posisi, tetapi penggerak perubahan.
“Berikan aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia” Soekarno Hatta