Ruminews.id – Pendidikan guru sejatinya bukan hanya tentang teori di ruang kuliah, tetapi juga tentang kemampuan memahami realitas pendidikan di sekolah. Program Asistensi Mengajar Sekolah Dasar (AMSD) hadir sebagai jembatan antara dunia kampus dan dunia sekolah. Melalui program ini, mahasiswa dapat menyelami kehidupan nyata seorang guru, mempelajari administrasi pembelajaran, serta mengamati interaksi sosial di lingkungan sekolah dasar.
Namun, tidak semua mahasiswa memiliki kesempatan untuk mengikuti program asistensi mengajar yang disediakan oleh kementerian. Kuota yang terbatas membuat sebagian besar mahasiswa PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) tidak terakomodir.
Kondisi ini tentu menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi mahasiswa yang membutuhkan pengalaman lapangan sebagai bagian penting dari pembentukan kompetensi calon guru.
Menjawab tantangan tersebut, Jurusan PGSD FIP Universitas Negeri Makassar berinisiatif menyelenggarakan Program AMSD Mandiri. Program ini menjadi bentuk inovasi kampus untuk memastikan seluruh mahasiswa tetap memiliki pengalaman belajar di sekolah dasar, meskipun tidak terlibat dalam program kementerian.
Di sinilah peran kampus sebagai agen perubahan pendidikan terlihat nyata tidak hanya menunggu kebijakan dari atas, tetapi juga menciptakan solusi berbasis kebutuhan mahasiswa dan sekolah.
Program AMSD Mandiri bukanlah kegiatan mengajar, melainkan proses belajar sosial. Mahasiswa datang ke sekolah bukan untuk menggantikan peran guru, tetapi untuk belajar dari guru pamong—mengamati bagaimana seorang guru merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), mengelola kelas, berinteraksi dengan siswa, hingga melakukan penilaian hasil belajar. Proses ini menjadikan sekolah sebagai laboratorium sosial tempat mahasiswa belajar dari praktik nyata pendidikan.
Salah satu sekolah mitra yang menjadi bagian dari program ini adalah Madrasah Ibtidaiyah Al-Abrar. Di madrasah ini, mahasiswa PGSD FIP UNM berkesempatan mengamati kehidupan sekolah dari dekat. Mereka memperhatikan bagaimana guru mengelola pembelajaran, menegakkan kedisiplinan, serta menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa.
Mahasiswa juga belajar tentang pentingnya kerja sama antarguru, komunikasi dengan kepala sekolah, serta hubungan harmonis dengan masyarakat sekitar madrasah. Salah satu hal yang menarik dari pelaksanaan AMSD Mandiri di Madrasah Ibtidaiyah Al-Abrar adalah budaya kedisiplinan yang begitu kuat melekat dalam kehidupan sekolah.
Setiap pagi, sebelum jam tujuh, seluruh guru dan siswa sudah hadir di sekolah dengan suasana yang tertib dan penuh semangat. Disiplin waktu menjadi bagian dari karakter yang ditanamkan sejak dini, bukan karena paksaan, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan sosial yang dibangun bersama. Ketika adzan berkumandang, seluruh aktivitas belajar dihentikan seketika. Siswa dengan tertib menuju mushollah untuk melaksanakan salat dhuha berjamaah.
Pola kedisiplinan ini tidak hanya melatih tanggung jawab dan ketepatan waktu, tetapi juga menumbuhkan kesadaran spiritual dan kebersamaan dalam komunitas sekolah. Inilah kelebihan MI Al-Abrar—sebuah lingkungan belajar yang tidak hanya menekankan prestasi akademik, tetapi juga membentuk karakter sosial dan religius yang menjadi teladan bagi mahasiswa peserta AMSD Mandiri.
Melalui pengalaman tersebut, mahasiswa memahami bahwa menjadi guru bukan hanya tentang kemampuan mengajar di depan kelas. Lebih dari itu, menjadi guru berarti menjadi bagian dari kehidupan sosial sekolah—menjadi pendengar, pembimbing, sekaligus teladan bagi anak-anak. Nilai-nilai seperti empati, tanggung jawab, dan gotong royong tidak diajarkan secara teoritis, tetapi dipelajari melalui pengamatan langsung terhadap praktik keseharian di sekolah.
Selain memberi manfaat bagi mahasiswa, AMSD Mandiri juga memperkuat hubungan antara kampus dan sekolah mitra. Program ini menciptakan ruang kolaborasi yang saling menguntungkan: sekolah mendapatkan dukungan akademik dari kampus, sementara kampus memperoleh umpan balik langsung dari lapangan untuk memperbarui kurikulum pendidikan guru. Dengan demikian, AMSD Mandiri dapat disebut sebagai bentuk inovasi sosial kampus—suatu upaya membangun jejaring pembelajaran bersama antara dunia pendidikan tinggi dan sekolah dasar.
Lebih dari sekadar kegiatan observasi, AMSD Mandiri menjadi sarana refleksi bagi mahasiswa. Mereka belajar mengaitkan teori yang diperoleh di kelas dengan kenyataan di sekolah. Ketika melihat guru mengelola kelas dengan sabar, mahasiswa belajar bahwa mengajar bukan sekadar menyampaikan materi, tetapi juga membangun hubungan emosional dengan peserta didik. Ketika melihat administrasi pembelajaran yang rapi, mereka memahami pentingnya tanggung jawab dan ketelitian dalam profesi guru.
Program AMSD Mandiri juga menunjukkan bahwa inovasi dalam pendidikan tidak harus selalu datang dari kebijakan nasional. Kampus, dengan kreativitas dan semangat sosialnya, dapat menjadi pelopor perubahan di tingkat lokal. Dalam keterbatasan kuota dan kebijakan, PGSD FIP UNM membuktikan bahwa selalu ada jalan untuk memberikan pengalaman belajar bermakna bagi mahasiswanya.
Pada akhirnya, keberhasilan program ini bukan diukur dari berapa lama mahasiswa berada di sekolah, tetapi dari seberapa dalam mereka belajar memahami makna menjadi guru. Dari ruang kelas Madrasah Ibtidaiyah Al-Abrar dan sekolah-sekolah mitra lainnya, mahasiswa PGSD belajar bahwa mengajar adalah panggilan hati yang tumbuh dari empati, kerja sama, dan kepekaan sosial.
Melalui AMSD Mandiri, kampus bukan hanya mencetak guru yang kompeten, tetapi juga membentuk insan sosial yang memahami nilai kemanusiaan dalam pendidikan. Inilah wajah sejati inovasi kampus—menjawab keterbatasan kebijakan dengan semangat belajar, kepedulian sosial, dan komitmen untuk terus menumbuhkan nilai-nilai pendidikan yang bermakna.