ruminews.id, Polewali Mandar – Kasus dugaan asusila yang melibatkan oknum anggota Kepolisian Resor (Polres) Polewali Mandar (Polman) kembali menuai sorotan publik. Seorang oknum polisi berinisial GB diduga menghamili seorang perempuan berinisial RN tanpa adanya pertanggungjawaban. Kasus ini semakin memicu kemarahan publik setelah hasil sidang kode etik di Propam Polres Polman dianggap tidak mencerminkan keadilan.
Hasil sidang kode etik yang digelar Jumat 26 September 2025, memutuskan sanksi berupa hukuman penjara tiga bulan dan penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun terhadap oknum polisi tersebut.
Keputusan tersebut langsung menuai kritik tajam dari Korps HMI-Wati Cabang Polman. Ketua Kohati HMI Cabang Polman, Fitriani, menilai keputusan sidang kode etik ini jauh dari rasa keadilan dan tidak sebanding dengan perbuatan yang dilakukan oleh oknum polisi tersebut.
“Sanksi itu terlalu ringan dan tidak memberi efek jera. Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi sudah masuk ranah pidana karena ada dugaan pemaksaan aborsi dan banyak bukti yang mengarah ke tindak pidana. Aparat penegak hukum seharusnya tidak boleh melindungi pelaku,” ujar Fitriani, Jumat (26/9/2025).
Menurut KOHATI cabang Polman, kasus ini seharusnya ditangani lebih serius karena selain menodai citra institusi Polri, juga menyangkut nasib korban yang mengalami kerugian psikologis dan kesehatan. Seolah tindakan tersebut dinormalisasi oleh propam Polres Polman
Lebih lanjut, Korps HMI-Wati Polman menyoroti adanya dugaan bahwa oknum polisi tersebut menyuruh korban untuk melakukan aborsi, yang menurut mereka merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 346 KUHP tentang aborsi ilegal dan dapat dikenakan pidana penjara.
KOHATI HMI POLMAN mendesak Kapolda Sulawesi Barat dan Kapolri untuk turun tangan mengevaluasi keputusan sidang kode etik Propam Polres Polman dan mengusut kasus ini hingga ke ranah pidana.
“Kami mendesak agar perkara ini tidak berhenti di sanksi etik. Penegakan hukum harus berlaku sama di hadapan siapa pun, termasuk anggota Polri,” tegasnya.
Sementara itu, pihak keluarga korban menyatakan kekecewaan mendalam atas hasil sidang kode etik tersebut. Mereka berharap agar pihak kepolisian bersikap transparan dan memberikan keadilan bagi korban.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Polman belum memberikan keterangan resmi lebih lanjut terkait permintaan KOHATI dan desakan publik untuk membawa kasus ini ke jalur pidana.