OPINI

Refleksi Akhir Tahun 2024: Perspektif Filsafat Kontemporer

Ruminews.id – Tahun 2024 telah menjadi arena pergulatan ide, perubahan sosial, dan penegasan kembali nilai-nilai yang membentuk masyarakat global. Dalam konteks ini, refleksi filosofis memberikan ruang untuk merenungkan capaian, tantangan, serta arah peradaban manusia. Dari perspektif filsafat kontemporer, kita dapat menyusun refleksi ini melalui tiga poros utama: etika, ontologi, dan epistemologi, yang masing-masing memberi wawasan tentang bagaimana dunia berkembang dan bagaimana kita seharusnya merespons perubahan tersebut.

Tahun ini ditandai oleh isu-isu global seperti perubahan iklim, ketimpangan ekonomi, konflik geopolitik, dan perkembangan teknologi yang semakin cepat. Krisis ini mengajukan pertanyaan mendalam tentang arah moralitas kolektif kita. Misalnya, bagaimana kita menyeimbangkan keuntungan ekonomi dengan keberlanjutan ekologis? Bagaimana teknologi dapat diberdayakan untuk kesejahteraan manusia tanpa melanggengkan ketidakadilan?

Filsafat etika kontemporer menyoroti pentingnya kebajikan kolektif (common good) dalam menghadapi tantangan ini. Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia adalah makhluk politik yang kesejahteraannya tergantung pada kesejahteraan komunitasnya. Dalam konteks modern, kita perlu memperluas komunitas ini ke tingkat global. Etika keberlanjutan, yang menggabungkan prinsip keadilan antar-generasi, menjadi landasan penting untuk kebijakan dan tindakan. Selain itu, diskursus etika teknologi yang berkembang pesat mengajukan pertanyaan penting tentang tanggung jawab moral terhadap inovasi, seperti kecerdasan buatan (AI) yang telah mengubah lanskap pekerjaan dan privasi manusia.

Di tingkat individu, tahun ini juga mencerminkan kebutuhan mendesak akan pemaknaan ulang kebahagiaan. Kebahagiaan yang sering kali didefinisikan oleh materialisme kini menghadapi kritik tajam. Tradisi filsafat Timur, seperti ajaran Buddha dan Konfusianisme, mengajarkan pentingnya harmoni batin dan keseimbangan dalam hidup. Dalam kerangka ini, tahun 2024 dapat dilihat sebagai momen untuk merefleksikan kembali bagaimana nilai-nilai spiritual dan humanistik dapat menjadi pemandu di tengah perubahan zaman.

Dari perspektif ontologi, tahun ini memperlihatkan semakin rumitnya relasi antara manusia, alam, dan teknologi. Revolusi digital telah menciptakan “realitas ganda,” di mana dunia fisik dan digital saling tumpang tindih. Fenomena metaverse, misalnya, menghadirkan pertanyaan ontologis mendalam: apa makna keberadaan di dunia yang semakin virtual? Apakah pengalaman virtual setara dengan pengalaman nyata?

Para filsuf kontemporer seperti Luciano Floridi telah mengembangkan konsep ontologi informasi untuk memahami realitas digital ini. Ia mengajukan bahwa manusia kini hidup dalam infosfer, ruang di mana data dan informasi menjadi elemen fundamental dari keberadaan. Dalam konteks ini, pemahaman tradisional tentang eksistensi perlu diperluas. Jika eksistensi tidak lagi terbatas pada fisik, bagaimana kita memaknai identitas, otonomi, dan kebebasan?

Sementara itu, hubungan manusia dengan alam juga menjadi sorotan. Pandemi yang masih membayangi kehidupan global menunjukkan bagaimana keterhubungan kita dengan ekosistem lebih dalam daripada yang diperkirakan. Filsafat ekologi, yang dipelopori oleh tokoh seperti Arne Naess dengan konsep “ekologi mendalam,” menyerukan pandangan holistik tentang eksistensi, di mana manusia dilihat sebagai bagian integral dari jaringan kehidupan.

Dalam ranah epistemologi, tahun 2024 adalah tahun di mana pencarian pengetahuan dihadapkan pada tantangan besar. Era pasca-kebenaran, di mana informasi palsu dan bias kognitif semakin merajalela, mengancam kepercayaan terhadap institusi-institusi pengetahuan. Bagaimana kita dapat membangun kembali epistemologi yang kokoh dalam menghadapi era ketidakpastian ini?

Filsafat kontemporer menawarkan pendekatan interdisipliner untuk memahami dan mengelola kompleksitas pengetahuan. Pendekatan ini mencakup kolaborasi antara filsafat, sains, dan teknologi. Misalnya, perkembangan dalam kecerdasan buatan memberikan peluang besar untuk analisis data dan pengambilan keputusan, tetapi juga memerlukan kerangka filosofis untuk memastikan bahwa pengetahuan yang dihasilkan tetap etis dan relevan.

Selain itu, epistemologi feminis telah memberikan kontribusi penting dalam mengkritik bias dalam produksi pengetahuan. Dengan menyoroti pentingnya perspektif yang beragam, pendekatan ini memperluas pemahaman kita tentang kebenaran sebagai sesuatu yang bersifat plural dan kontekstual. Dalam dunia yang semakin terfragmentasi, pluralitas perspektif ini adalah kunci untuk membangun dialog yang konstruktif.

Melangkah ke tahun 2025, refleksi filosofis tahun ini menawarkan pelajaran penting. Pertama, kita harus mengintegrasikan etika keberlanjutan dalam setiap aspek kehidupan. Ini tidak hanya mencakup perlindungan lingkungan, tetapi juga menciptakan sistem ekonomi dan sosial yang inklusif dan adil.

Kedua, kita perlu memperkuat kesadaran ontologis kita terhadap kompleksitas dunia. Dalam menghadapi realitas digital dan tantangan ekologis, pendekatan yang holistik dan adaptif menjadi semakin penting.

Ketiga, kita harus membangun epistemologi yang mampu menghadapi era ketidakpastian. Ini mencakup memperkuat literasi digital, membangun institusi pengetahuan yang inklusif, dan mengembangkan pola pikir kritis yang berbasis pada dialog dan kolaborasi.

Akhirnya, refleksi ini mengingatkan kita akan peran penting filsafat sebagai cahaya penuntun dalam menghadapi tantangan zaman. Di tengah hiruk-pikuk perubahan, filsafat memberikan ruang untuk merenung, bertanya, dan mencari makna yang lebih dalam. Seperti yang diungkapkan oleh Immanuel Kant, “Filsafat bukanlah ilmu tentang bagaimana membuat hidup lebih mudah, tetapi ilmu tentang bagaimana menjadikan hidup lebih bermakna.” Semoga refleksi ini menjadi langkah awal untuk mewujudkan visi dunia yang lebih baik, di mana setiap individu dapat berkontribusi pada keberlanjutan dan kemanusiaan global.

Share Konten

Opini Lainnya

5b2b318c-d14f-4793-a98b-3f4c2da64b86
Bukan Sekadar Janji, MBG Adalah Langkah Revolusioner Membangun SDM Unggul
48fe7643-874c-4424-8db5-d682d63de2be
Ketika Tagar #BoikotTrans7 Menutupi Cermin
IMG-20251016-WA0082
Ketika Kemasan Lebih Dipercaya dari Kandungan
8e7925ba-492e-4d85-8cee-afe0fbf1826a
Hari Pangan, Kedaulatan Pangan : Dari Swasembada Menuju Ketahanan Berkelanjutan
4b5a934e-cdde-4267-8fbf-dac52985c670
Gubernur Geruduk, Purbaya Tak Gentar Menunduk
759c926a-8e1f-402a-8479-70664459fb9d
10 Catatan Kritis HMI Sulsel Sambut Kedatangan Menteri Kehutanan
IMG-20251008-WA0001
Asistensi Mengajar Mandiri: Inovasi Kampus Menjawab Keterbatasan Kebijakan dan Menguatkan Nilai Sosial Calon Guru
IMG-20251007-WA0033
Ikhtiar, Takdir, dan Misi Kader HMI dalam Menjawab Tanggung Jawab Zaman
f5563536-316d-41d3-a4aa-3491fbf6cf0f
Fenomena Kanda Karca: Belajar dari Senior untuk Melihat Dunia
b03bfafc-3c92-444e-9393-3368a865adb1
Makan Bergizi Gratis, “Cobra Effect” dan Sabotase?
Scroll to Top