ruminews.id, Makassar — Di ruang pertemuan Hotel LaMacca yang tertata rapi dan beraroma keakraban, semangat intelektual para kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) kembali berdenyut. Sore itu, suasana Intermediate Training (LK2) Tingkat Nasional HMI Cabang Makassar Timur berlangsung dalam atmosfer yang tertib, tenteram, dan penuh kehangatan persaudaraan. Di tengah ruangan yang dihiasi wajah-wajah muda penuh semangat, tampil Andi Ryza Fardiansyah, S.H., M.H., seorang intelektual hukum dan kader HMI, membawakan materi yang menggugah: “Menemukan Kembali NDP sebagai Pondasi Pembaruan Pemikiran Islam.”
Dengan langkah mantap dan senyum bersahaja, Andi Ryza membuka pembicaraan. Suaranya tenang, namun sarat keyakinan. Ia berbicara bukan sekadar sebagai akademisi, tetapi sebagai kader yang memahami bahwa Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) bukan sekadar dokumen organisasi, melainkan roh intelektual dan moral yang menuntun arah perjuangan HMI di setiap zaman.
“NDP,” ujarnya lembut, “bukanlah teks yang harus dihafal, tapi nilai yang harus dihidupi. Ia adalah pondasi pemikiran Islam yang membebaskan, memanusiakan, dan menuntun kita memahami Tuhan melalui kerja dan pengabdian sosial.”
Forum terasa hidup dalam kesunyian yang berwibawa. Para peserta menyimak tanpa gaduh; setiap kata yang diucapkan pemateri seolah menyusup ke ruang batin mereka. Tak ada jarak antara pemateri dan peserta hanya ada semangat yang sama untuk menemukan kembali makna perjuangan intelektual dalam bingkai Islam yang progresif.
Andi Ryza mengulas bagaimana HMI sejak kelahirannya telah berdiri di antara dua dunia: iman dan ilmu, spiritualitas dan rasionalitas, tradisi dan pembaruan. Ia menegaskan bahwa dalam menghadapi tantangan global dari krisis moral hingga penetrasi kapitalisme pemikiran kader HMI harus kembali pada NDP sebagai basis berpikir, bukan sekadar slogan perjuangan.
“Jika kita kehilangan NDP,” tegasnya, “kita kehilangan arah. Sebab di sanalah fondasi Islam yang rasional dan humanis bertemu: tauhid, kemerdekaan berpikir, dan tanggung jawab sosial.”
Diskusi berjalan hangat. Peserta LK2 yang datang dari berbagai daerah menyimak dengan penuh perhatian, sesekali mencatat, dan kadang tersenyum ketika pemateri menyelipkan kisah kecil tentang perjuangan kader HMI di masa lalu. Keakraban intelektual memenuhi ruangan suasana yang memadukan semangat belajar dan rasa persaudaraan yang tulus.
Ketika sesi tanya jawab dimulai, beberapa peserta mengangkat tangan dengan antusias. Pertanyaan-pertanyaan mereka tak sekadar ingin tahu, tetapi mencerminkan kegelisahan intelektual: bagaimana menerjemahkan NDP dalam konteks kekinian, bagaimana menjadikannya panduan di tengah krisis nilai, dan bagaimana Islam bisa terus hidup sebagai kekuatan pembaruan. Andi Ryza menjawab dengan tenang dan bijak.
“NDP adalah tafsir dari realitas dan wahyu. Maka setiap zaman, kita dituntut untuk menafsirkannya kembali agar Islam tidak hanya diucapkan, tapi dihidupkan.”
Di akhir sesi, suasana ruangan berubah menjadi hening yang khidmat. Tepuk tangan peserta pecah lembut bukan karena formalitas, tapi sebagai tanda hormat pada kejujuran dan keteduhan gagasan yang baru saja mereka dengar.
Malam di Hotel LaMacca itu berakhir dalam damai. Beberapa peserta masih bertukar pandangan sambil menikmati secangkir kopi, sementara Andi Ryza dengan hangat menyapa satu per satu peserta yang menghampirinya. Di antara mereka tumbuh rasa yang sama bahwa NDP bukan masa lalu yang usang, tetapi cahaya yang harus terus dinyalakan di tengah zaman yang kian gelap.
Dan di ruang itu, HMI kembali menemukan dirinya: organisasi kader yang berpikir dengan iman, berjuang dengan ilmu, dan menapaki jalan pembaruan dengan keikhlasan.