Zulhajar Bicara Negara dan Manusia: LK2 HMI Makassar Timur Jadi Ruang Hangat Menyemai Kesadaran Sosial

ruminews.id, Makassar — Siang di Hotel LaMacca terasa berwibawa namun bersahaja. Di ruang pertemuan yang diterangi cahaya lembut, puluhan peserta Intermediate Training (LK2) Tingkat Nasional HMI Cabang Makassar Timur duduk rapi, membentuk lingkaran diskusi yang hangat. Wajah-wajah muda itu menatap penuh antusias ketika Zulhajar, S.Ip., M.A., anggota DPRD Kota Makassar sekaligus senior HMI Cabang Makassar Timur, melangkah ke depan membawakan materi bertajuk “Negara dan Manusia: Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.”

Sejak awal, forum itu tak sekadar tampak ilmiah, tetapi sarat suasana tertib, tenteram, dan penuh keakraban. Tak ada sekat antara pemateri dan peserta; yang ada hanya dialog setara antara generasi yang berpikir, merasa, dan berjuang.

Dengan nada suara yang tenang namun tegas, Zulhajar membuka materinya tentang hubungan mendasar antara manusia dan negara sebuah relasi yang sering kali rumit, namun selalu relevan.

“Negara seharusnya tidak hanya mengatur,” ujarnya lirih namun dalam, “tetapi juga memastikan manusia hidup dengan martabat memiliki hak ekonomi yang adil, hak sosial yang setara, dan hak budaya yang dijaga keberagamannya.”

Para peserta menyimak dengan khidmat. Sesekali, mereka mengangguk, mencatat, dan berdiskusi kecil di antara jeda kalimat. Dalam forum itu, negara tak lagi dipandang sebatas institusi kekuasaan, melainkan sebagai ruang bersama tempat manusia tumbuh, bermimpi, dan menegakkan keadilan.

Zulhajar mengajak peserta untuk menafsirkan kembali makna kehadiran negara. Ia menyinggung tentang hak-hak ekonomi rakyat kecil, tentang kesenjangan sosial yang terus melebar, serta pentingnya menjaga budaya sebagai napas kehidupan bangsa.

“Hak-hak sosial bukanlah hadiah dari negara,” katanya dengan mantap, “melainkan hak kodrati manusia yang harus dijamin oleh setiap sistem yang mengaku beradab.”

Nada bicara Zulhajar sesekali melembut, terutama saat ia menyelipkan kenangan masa mudanya di HMI masa ketika idealisme dan semangat perubahan menjadi satu-satunya bekal perjuangan. “Di sinilah dulu saya belajar berpikir kritis, tapi juga belajar menghargai manusia,” ucapnya disambut senyum para peserta.

Forum itu pun terasa hidup, bukan karena perdebatan, melainkan karena percakapan yang tumbuh dari hati. Di tengah keseriusan tema, tawa ringan sesekali pecah, mencairkan suasana tanpa kehilangan makna. Keakraban intelektual terasa nyata seperti keluarga besar yang tengah belajar memahami dunia bersama.

Saat sesi tanya jawab dibuka, beberapa peserta mengangkat tangan dengan semangat. Pertanyaan mereka mengalir tajam tentang ketimpangan ekonomi, hak buruh, dan posisi negara dalam melindungi rakyat dari hegemoni pasar. Zulhajar menanggapinya satu per satu, tidak sebagai pejabat, tapi sebagai abang HMI yang ingin berbagi pengalaman hidup dan pemikiran.

“Kita boleh kritis kepada negara,” katanya menutup sesi, “tapi jangan lupa kita juga bagian dari negara itu. Tugas kita adalah memperbaikinya, bukan menjauhinya.”

Tepuk tangan panjang mengiringi akhir sesi. Beberapa peserta masih berdiskusi kecil, sementara pemateri dengan hangat menyapa mereka satu per satu. Di ruangan itu, tampak jelas: HMI bukan hanya melahirkan pemikir, tetapi juga manusia yang peduli pada sesamanya.

Siang di Hotel LaMacca berakhir dengan kesan mendalam. Dalam keheningan yang ramah, para peserta membawa pulang bukan hanya catatan, tapi kesadaran baru bahwa negara, manusia, dan kemanusiaan sejatinya tumbuh dari akar yang sama: cinta pada keadilan, dan tanggung jawab pada sesama.

Scroll to Top