Aliansi Wija To Bone Gelar Aksi Reformasi Polri Tuntut Stop Kriminalisasi Aktivis-Penegakan HAM

ruminews.idKasus penangkapan aktivis di Indonesia akhir-akhir ini menuai Kontroversi, seluruh aktivis yang diamankan oleh pihak kepolisian diduga dilakukan dengan tanpa memperlihatkan terlebih dahulu surat perintah penangkapan yang dinilai melanggar prosedural. Dan terkesan ditangkap paksa dan dikriminalisasi oleh pihak kepolisian.

Selain penangkapan yang dilalukan tanpa surat perintah penangkapan, beberapa aktivis yang ditangkap juga mendapatkan tindakan kekerasan.

Jenderal Lapangan Aliansi Wija To Bone Andang menilai bahwa tindakan kepolisian keliru dalam menangkap saudara ZM

“Pihak kepolisian kami nilai telah mencederai dan melanggar UU KUHAP BAB V Pasal 18 (1) Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Dimana salam UU tersebut pihak kepolisian seharusnya memperlihatkan terlebih dahulu surat penangkapannya sebelum menangkap saudara ZM, Jadi kesannya seakan kawan kami ini diculik” kata andang.

Selain dari pada surat penangkapan yang tidka diperlihatkan oleh pihak kepolisian, aliansi wija to bone juga menyoroti tindakan aparat kepolisian yang memasuki lingkungan kampus untuk menangkap sodara ZM

“Kampus merupakan ruang ademik yang otonom, yang mana itu bukan hanya sekedar symbol, tetapi dilandasi oleh hukum, yakni Pasal 28 C dan 28 E Undang-Undang Dasaar 1945. Pasal tersebut menjamin hak setiap orang untuk mengembangkan diri melalui pendidikan dan kebebasan berpendapat, berserikat, serta berkumpul. Dengan begitu kampus sebagai institusi pendidikan tinggi otomatis menjadi wadah perlindungan bagi hak-hak tersebut serta pasal 88 UU Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi juga menegaskan adanya kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan. Pasal-pasal tersebut implikasinya adalah kampus tidak boleh diintervensi secara sewenang-sewenang oleh pihak eksternal termasuk itu aparat” jelas andang

Penangkapan ZM disertai dengan tindakan kekerasan aliansi wija to bone menilai hal tersebut mencederai nilai-nilai Hak Asasi Manusia,

“Tindakan kekerasan yang dialami saudara ZM, merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia, dan melanggar UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA dan Pasal 11 ayat (1), dan melanggar UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia” tegas Andang

Dalam aksinya aliansi wija to Bone menegaskan bahwa ada kejanggalan yang terjadi terhadap kasus yang di limpahkan terhadapa ZM

Olehnya Aliansi Wija To Bone melayangkan beberapa tuntutan dalam aksinya diantaranya:
1. Stop Kriminalisasi Aktivis
2. Bebaskan ZM
3. Tegakkan HAM dan Supremasi Hukum

#BEBASKANKAWANKAMI
#BEBASKANZM

Scroll to Top