ruminews.id, GOWA – Ajang kompetisi “Ushuluddin Cup” tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) UIN Alauddin Makassar (UINAM), yang seharusnya menjadi panggung kreativitas dan sportivitas, kini diterpa isu tak sedap. Gelaran ini dinilai tercoreng oleh dugaan kuat praktik nepotisme yang melibatkan panitia pelaksana dan dewan juri.
Kekecewaan mendalam diungkapkan oleh salah satu peserta lomba yang enggan disebutkan namanya. Ia menilai kegagalannya dalam kompetisi tersebut bukan disebabkan oleh kualitas karya yang rendah, melainkan adanya indikasi “permainan” di belakang layar yang memuluskan jalan bagi peserta tertentu.
Pelanggaran Syarat dan Ketentuan
Sumber tersebut membeberkan sejumlah kejanggalan terkait pemenang lomba. Berdasarkan pengamatannya, karya yang dinobatkan sebagai juara disinyalir tidak memenuhi Syarat dan Ketentuan (S&K) yang telah ditetapkan secara tertulis oleh panitia.
“Pemenang lomba tersebut seharusnya gugur secara administratif. Karyanya dikumpulkan melewati batas waktu (deadline) dan durasi videonya tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan panitia. Namun anehnya, justru karya itu yang dimenangkan,” ungkap peserta tersebut.
Indikasi Konflik Kepentingan
Kecurigaan peserta semakin menguat setelah menelusuri latar belakang tim juri dan struktur kepanitiaan. Ditemukan adanya benang merah yang kuat antara pemenang, juri, dan petinggi organisasi penyelenggara.
Diketahui bahwa tim juri yang memberikan penilaian merupakan rekan satu jurusan dengan pemenang pertama. Lebih jauh lagi, Ketua DEMA FUF tahun ini juga berasal dari jurusan yang sama dengan sang juara. Fakta ini memicu asumsi liar di kalangan peserta bahwa kemenangan tersebut telah dikondisikan melalui praktik nepotisme, bukan berdasarkan objektivitas karya.
Ironi “Silaturahmi”
Praktik ini dinilai sangat mencederai semangat akademis dan tujuan utama kegiatan Ushuluddin Cup yang mengusung narasi mempererat tali silaturahmi antar-mahasiswa, justru dianggap menciptakan sekat dan kerenggangan baru akibat ketidakadilan yang dipertontonkan.
“Sangat disayangkan. Mereka berucap kegiatan ini untuk mempererat silaturahmi, tapi praktiknya justru membuat hubungan antar-mahasiswa menjadi renggang secara tidak langsung. Ini memalukan, apalagi terjadi di dunia pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi integritas,” tutup sumber tersebut dengan nada kecewa.
Polemik ini dikhawatirkan akan mematikan semangat berkarya mahasiswa lainnya di masa depan. Cita-cita mempererat silaturahmi pun terancam gagal total, berganti menjadi apatisme dan ketidakpercayaan terhadap lembaga kemahasiswaan sendiri. Sangat diharapkan pihak penyelenggara segera buka suara untuk meluruskan isu yang telah mencoreng nama baik kegiatan ini.