OPINI

Sumpah Pemuda Narasi Titik Temu

ruminews.id, Makassar – Gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya bergemuru pada 97 tahun silam, ratusan pemuda berteriak dengan narasi yang sama, kesadaran kolektif untuk memulai gerakan perlawanan kemerdekan lewat kebersatuan yang melampaui sekat suku, agama dan perbedaan pandang.

Kita harus belajar pada  generasi pencetus sumpah pemuda, juga Mereka adalah generasi yang telah belajar dari sejarah, dari sporadik menyepakati untuk bersatu dan tidak bercerai-berai lagi. Narasi ikrar sakral yang pernah diucapkan 28 Oktober tahun 1928, kini bukan hanya monumen sejarah, melainkan Sumpah yang menjadi narasi titik temu yang mengikat komitmen kolektif, bahwa Indonesia hanya bisa maju jika ia berdiri di atas fondasi persatuan. Dulu, lantas sekarang?

Realitas dan Tantangan Generasi

Meskipun semangat optimisme membumbung tinggi, realitas data menunjukkan bahwa pemuda Indonesia hari ini khususnya Generasi Z dan Milenial muda memikul beban tantangan yang kompleks. Angka pengangguran, terutama di kalangan lulusan kejuruan, masih tinggi, menciptakan ketidaksesuaian antara hasil pendidikan dan kebutuhan industri yang terus berubah.

Keterampilan dan daya saing harus diasah lebih dalam, karena memasuki era yang ditandai oleh ketidakpastian ekonomi global dan otomatisasi. Tantangan ini menuntut  untuk menjadi lebih dari sekadar pencari kerja, tetapi juga pencipta lapangan kerja.

Ironi Krisis Nilai dan Keterasingan Moral

Di tengah tuntutan untuk menjadi agen perubahan, kita menyaksikan sebuah kondisi yang ironi: krisis nilai di sebagian kalangan kaum muda, tidak semua namun bisa jadi termasuk kita. Di satu sisi, kaum muda adalah generasi paling terhubung dan berpendidikan, namun di sisi lain, perilaku pragmatisme hanya mementingkan hasil praktis tanpa memedulikan proses etis dan gaya hidup hedonisme mengejar kesenangan sesaat semakin mengikis idealisme.

Kondisi ini diperparah dengan penurunan moral di dalam generasi yang tampak jelas dalam interaksi sehari-hari. Contohnya, tingginya kasus cyberbullying(perundungan daring) yang berujung pada trauma mental, penyebaran informasi hoax tanpa filter demi popularitas viral, hingga kurangnya rasa hormat terhadap figur otoritas seperti guru di Banten, bahkan yang berujung pada pelaporan hukum. Nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab seringkali kalah bersaing dengan kecepatan viral dan keuntungan pribadi.

Alarm Keras Kesehatan Mental

Isu yang tak kalah penting, dan yang perlu menjadi perhatian utama, adalah kesehatan mental di kalangan pemuda. Tekanan untuk meraih kesuksesan, beban finansial, serta perbandingan diri yang tak berkesudahan di media sosial, telah menciptakan generasi yang rentan cemas (anxious). Tingkat stres dan depresi semakin meningkat, menjadi alarm keras bagi ekosistem pendidikan dan keluarga.

Dibutuhkan ruang aman dan sistem dukungan yang lebih baik agar pemuda dapat mengenali, memahami, dan menjaga kesejahteraan mental mereka sebagai modal dasar untuk memimpin bangsa.

Generasi Z: Perjuangan dalam Genggaman

Generasi muda hari ini menampilkan karakter yang berbeda dalam berjuang. Generasi Z, khususnya, cenderung menggunakan media sosial sebagai alat perjuangan dan berekspresi.

Mereka tidak lagi hanya turun ke jalan, tetapi juga menyuarakan isu-isu sosial, politik, dan lingkungan melalui tagar (hashtag), campaign digital, dan konten viral. Kekuatan digital ini menjadikan mereka generasi yang kritis, cepat bereaksi, namun juga rentan terhadap cancel culture dan arus informasi yang bias. Media sosial telah menjadi “lapangan” baru tempat identitas dan kontribusi diperjuangkan.

Di momentum Sumpah Pemuda hari ini, seruan untuk bersatu, bergerak bersama, dan seirama menjadi sangat relevan. Pemuda adalah jembatan demografi menuju Indonesia Emas. Kegagalan generasi adalah kegagalan bangsa.

Oleh karena itu, harapan besar ditujukan kepada pemuda untuk mengalirkan karya di bawa kepemimpinan presiden Prabowo Subianto yang selalu  mendengungkan pengarusutamaan pemuda

Inilah optimisme yang harus kita pegang:

1. Penguatan Vokasi Inklusif: Pemerintah kembali memastikan kurikulum adaptif dan menyediakan platformmagang yang adil dan berjenjang.
2. Investasi Kesehatan Mental: Integrasi layanan kesehatan mental yang terjangkau dan mudah diakses di tingkat komunitas dan pendidikan.
3. Ruang Digital Beretika: Kolaborasi pemerintah dan pemuda untuk menciptakan literasi digital yang kuat, yang mendorong konten produktif dan meredam hoax dan cyberbullying.

Saatnya kita menyadari bahwa kita adalah Titik Temu. Bukan hanya berkumpul, tetapi menyatukan energi, menyelaraskan langkah, dan mengubah potensi menjadi aksi.

Penulis, dr. Haerul Anwar
Praktisi Kesehatan

Share Konten

Opini Lainnya

abda3364-2460-49b6-ba76-993c92f9e6f3
Homo Ludens di Balik Joystick
017936f7-7771-4e59-95a1-0565a635766d
Lucu! Ketika Klarifikasi Sepihak Diposisikan sebagai Kebenaran
017936f7-7771-4e59-95a1-0565a635766d
Kampus Bukan Zona Bebas Kritik
ab29cefe-49ca-48f8-a59d-adf2c00da05b
Belajar Pelan-Pelan di Kota yang Bergerak Cepat
331cac43-f13d-4690-a876-4f51ba879d65
Negara Sibuk Mengurus Sawit, Air Mengurus Rakyat: Air yang Jujur, Negara yang Mengelak
b2933403-15a0-4d99-acc9-00e5a7c644c8
Ketika Pelajaran Sekolah Menyelamatkan Nyawa.
00e38094-709c-4290-9114-a1114e54b60a
Kebijakan Pertanian : Peluang Generasi Muda dan Masa Depan Indonesia
962faf62-2d6b-4a1b-b248-cdfd67cfa972
Nexus: Ketika Jaringan Informasi Menjadi Arena Politik Peradaban
2e12a1c3-353e-453b-bc48-ed0418db2ed9
Raja Ampat dan Geopolitik Sumber Daya Alam: Di Antara Surga Ekologi dan Tarikan Ekonomi Global
6ce775bb-a2c5-4ce4-af47-629de78123fe
LKIII BADKO PAPUA BARAT - PAPUA BARAT DAYA: KEDAULATAN SDA MINERAL KRITIS
Scroll to Top