Di Bayang-Bayang Oligarki: Fajar., M.Si Gugat Arah Demokrasi dan Hukum Indonesia di LK2 Nasional HMI Makassar Timur

ruminews.id, Makassar — Dalam balutan suasana malam yang hangat di Hotel LaMacca, para kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar Timur dari berbagai penjuru negeri berkumpul dalam satu ruang, menyatukan semangat dan nalar kritis dalam kegiatan Intermediate Training (LK2) Tingkat Nasional. Di tengah ketertiban forum yang tenang dan penuh keakraban, hadir seorang pemateri yang menggetarkan kesadaran: Fajar., M.Si, dengan tema yang menggugah nalar kebangsaan, “Oligarki, Demokrasi, dan Sistem Hukum di Indonesia.”

Cahaya lampu hotel yang lembut memantul di wajah-wajah muda yang menyimak dengan khidmat. Fajar memulai paparannya dengan nada yang tenang, namun setiap kalimatnya mengalir tajam seperti pisau intelektual yang mengiris lapisan kenyataan. “Reformasi,” ujarnya, “telah memunculkan dirinya dengan gemilang, tetapi di balik gegap gempitanya, banyak pejabat yang kini menduduki kursi kekuasaan justru lupa menunaikan janji reformasi itu sendiri.”

Ia berbicara tentang oligarki bayangan kekuatan ekonomi dan politik yang terus membayangi sistem demokrasi di negeri ini. Dengan bahasa yang jernih namun sarat makna, Fajar mengurai bagaimana kekuasaan sering berputar di lingkaran yang sama, dikuasai oleh segelintir elit yang piawai memanfaatkan hukum sebagai alat legitimasi, bukan keadilan. “Kita hidup,” katanya, “di zaman ketika hukum tak lagi berdiri tegak sebagai pelindung rakyat, tetapi sebagai benteng bagi mereka yang punya kuasa dan modal.”

Suasana forum tetap tertib, tenteram, dan hangat. Para peserta menatap penuh perhatian, mencatat setiap gagasan yang meluncur dari pemateri. Beberapa di antaranya mengangguk pelan, seolah menemukan cermin dari kegelisahan yang selama ini mereka simpan dalam diam. Ketika sesi diskusi dibuka, suasana berubah menjadi perbincangan yang hidup namun beretika, dialog antara kegelisahan dan harapan.

Fajar dengan sabar menanggapi setiap pertanyaan. Nada suaranya tidak meninggi, tetapi penuh ketegasan moral. Ia mengingatkan bahwa untuk menegakkan demokrasi sejati, generasi muda harus berani berdiri di bayang-bayang oligarki, bukan untuk tunduk, melainkan untuk mengkritik, melawan, dan melampauinya dengan kekuatan pengetahuan dan moralitas.

“Demokrasi,” tuturnya lirih namun tegas, “tidak akan berarti jika rakyat hanya menjadi penonton di panggung kekuasaan. Dan hukum tidak akan adil jika ia hanya berpihak kepada yang kuat.”

Tepuk tangan pelan namun dalam menggema memenuhi ruangan. Para peserta masih bertahan di kursi mereka, enggan beranjak, seolah malam itu belum selesai memberi pelajaran. Dalam keheningan yang lembut, wajah-wajah muda itu menyimpan satu tekad: bahwa kader HMI harus menjadi bagian dari sejarah yang menyalakan kembali api reformasi—bukan sekadar slogan, tetapi gerak nyata melawan ketimpangan.

Malam di Hotel LaMacca pun menorehkan jejaknya. Di antara cahaya lampu, tawa kecil, dan diskusi hangat yang belum usai, tersimpan kesadaran baru: bahwa perjuangan menegakkan demokrasi bukan soal kekuasaan, melainkan soal keberanian menjaga nurani di tengah bayang-bayang oligarki.

Scroll to Top