ruminews.id – Fenomena kanda karca di lingkungan mahasiswa tidak sekadar menjadi bahan parodi, tetapi juga refleksi kritis terhadap relasi junior dan senior dalam organisasi. Jika pada masa lalu senior dipandang sebagai pencerah dan pembimbing, kini sebagian mahasiswa menilai keberadaannya justru cenderung menghadirkan pola doktrinasi. Junior diarahkan untuk tunduk, bukan untuk tumbuh dalam kebebasan berpikir.
Padahal, peran senior semestinya lebih dari sekadar pendorong. Senior harus menjadi pembawa perubahan agen transformasi yang mampu menghadirkan arah baru, membuka ruang dialog egaliter, serta menyalakan semangat pembaruan di tubuh organisasi. Ukuran keberhasilan seorang senior tidak lagi terletak pada seberapa besar ia dihormati, tetapi pada seberapa nyata kontribusi dan perubahan yang diwariskannya.
Kritik melalui kanda karca sesungguhnya menjadi pengingat agar organisasi tidak terjebak pada feodalisme lama. Ada senior yang hanya menuntut pengakuan, namun ada pula yang diam-diam menopang gerak organisasi dengan dedikasi. Junior dituntut bijak menilai, agar kelak ketika menjadi senior, tidak mengulang kesalahan yang sama.
Organisasi mahasiswa hanya akan tetap relevan apabila relasi lintas generasi dijaga dengan sehat: senior hadir sebagai pembawa perubahan, junior sebagai pembelajar kritis, dan keduanya berjalan bersama menatap dunia lebih luas. Dengan cara inilah organisasi bukan hanya bertahan, tetapi juga berkembang sebagai ruang pengabdian dan pembentukan karakter generasi penerus bangsa.