ruminews.id – Makassar, BEM FMIPA Unhas mengadakan kegiatan Literasi MIPA bertema “SEPTEMBER HITAM: NYALA UNTUK MEREKA,” sebuah acara yang dirancang untuk membangkitkan kesadaran kritis mahasiswa terhadap isu-isu kemanusiaan dan sejarah kelam bangsa. Kegiatan ini merupakan inisiatif dari Bidang Kajian Strategis dan Advokasi BEM FMIPA Unhas.Â
Acara ini bukan sekadar diskusi biasa, melainkan sebuah ajang refleksi yang mendalam, mengajak para peserta untuk merenungkan berbagai tragedi yang pernah terjadi di Indonesia.
Inti dari kegiatan ini adalah pemutaran film dokumenter “Senyap” (The Look of Silence) karya Joshua Oppenheimer, sebuah film yang dengan berani menguak luka sejarah dan ingatan kolektif masyarakat tentang tragedi 1965. Film ini menjadi medium utama untuk menstimulasi pemikiran kritis mahasiswa, mendorong mereka untuk melihat sejarah dari sudut pandang yang berbeda, jauh dari narasi tunggal yang selama ini diajarkan. Dalam kesempatan ini, kegiatan juga menegaskan pentingnya melihat Gerakan 30 September tanpa propaganda yang kerap disematkan. Dengan demikian, mahasiswa diajak untuk mencermati fakta sejarah secara lebih utuh dan objektif.
Maulana Syarif Ibrahim, Ketua BEM FMIPA Unhas, menyampaikan pandangannya yang tajam terkait makna “September Hitam” Baginya, tema ini tidak hanya merujuk pada satu peristiwa, melainkan serangkaian tragedi kemanusiaan yang terjadi di bulan September, termasuk pembunuhan Munir, kasus Salim Kancil, tragedi Semanggi II, dan Pembantaian 1965-1966. “Peringatan ini menjadi simbol daripada empati dan trauma mendalam, duka dalam bagi bangsa kita,” ujarnya.
Lebih dari sekadar pemutaran film, kegiatan ini juga dirangkai dengan pembacaan puisi dan aksi simbolik lilin perlawanan. Lilin yang dinyalakan bukan sekadar penerang, melainkan simbol harapan dan perlawanan terhadap segala bentuk penindasan. Aksi ini menjadi wujud nyata dari empati mahasiswa yang menolak lupa akan penderitaan para korban.
Secara keseluruhan, kegiatan ini merupakan upaya BEM FMIPA Unhas untuk menumbuhkan kesadaran intelektual di kalangan mahasiswa. Dengan menolak lupa dan berani menghadapi kenyataan sejarah, diharapkan lahirnya generasi baru yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan keberanian moral untuk memperjuangkan keadilan. “September Hitam” bukan hanya sekadar acara, melainkan sebuah manifesto bahwa mahasiswa perlu menjaga literasi dan menyuarakan kebenaran.