Menolak lupa Tragedi Kebakaran DPRD: Bukti Bobroknya Kepemimpinan Ketua DPRD Kota makassar, Sekwan dan Lemahnya Pengamanan Aparat

ruminews.id – Tugas aparat keamanan belum tuntas hanya dengan mempertontonkan penangkapan pelaku pembakaran serta pembobolan atm, pertanyaan yang tersisa adalah bagaimana dengan kelalaian serta perhatian mengenai regulasi undang-undang tentang sistem proteksi kebakaran.

Banyaknya korban yang melompat dari lantai 4 adalah bukti bahwa tidak adanya jalur evakuasi serta tangga darurat pada gedung DPRD kota makassar, cepatnya penyebaran api adalah bukti tidak adanya sistem proteksi kebakaran aktif seperti splingkler, apar, hidrant detektor asap yang akan berfungsi otomatis saat terjadi kebakaran.

Kebakaran yang melalap gedung DPRD Kota Makassar dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan bukan sekadar musibah biasa. Peristiwa ini adalah potret nyata dari kelalaian fatal para pemangku kekuasaan yang seharusnya bertanggung jawab menjaga marwah lembaga legislatif sekaligus keselamatan publik.

Sekretariat Dewan (Sekwan) jelas-jelas gagal menjalankan fungsinya. Tidak ada kesiapan, tidak ada sistem keamanan internal yang memadai, dan tidak ada langkah antisipasi untuk menghadapi gelombang massa yang sudah tidak bisa dikendalikan. Kelalaian ini membuat gedung rakyat yang seharusnya menjadi simbol demokrasi berubah menjadi puing-puing terbakar.

Lebih parah lagi, Ketua DPRD Kota Makassar menunjukkan sikap abai dan tidak bertanggung jawab. Alih-alih tampil sebagai pemimpin yang mampu meredam ketegangan, ia justru memperlihatkan ketiadaan kepemimpinan di tengah krisis. Diamnya Ketua DPRD dalam menghadapi situasi genting adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat yang telah menitipkan suara dan harapannya melalui lembaga ini.

Tidak kalah mengecewakan, aparat keamanan yang digaji dari uang rakyat pun terbukti tidak profesional. Pengamanan yang seharusnya dilakukan secara tuntas sejak awal justru setengah hati. Aparat gagal mendeteksi potensi kericuhan, gagal mengendalikan massa, bahkan gagal melindungi aset negara. Ketidakseriusan dan kelalaian ini menjadi pintu masuk bagi tindakan anarkis yang akhirnya merugikan rakyat secara luas.

Peristiwa ini tidak bisa hanya dipandang sebagai insiden spontan, melainkan buah dari kelalaian berlapis: kelalaian Sekwan, kelalaian Ketua DPRD, dan kelalaian aparat keamanan. Semua pihak yang terkait harus dimintai pertanggungjawaban secara terbuka, bukan sekadar dengan alasan teknis atau dalih situasi tak terkendali. Rakyat menuntut kejelasan, rakyat menuntut keadilan, dan rakyat menolak pembiaran atas peristiwa memalukan ini.

Menurut kami hukum jangan hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi juga berlaku kepada kalalaian para pemangku kekuasaan sebagaimana amanat UU 1945 pasal 27 ayat 1 bahwa kita sama dimata hukum.

Peristiwa demonstrasi yang mengakibatkan terbakarnya gedung DPRD Kota Makassar meninggalkan duka mendalam bagi warga Kota Makassar, sebab kejadian tersebut merenggut 3 nyawa tak bersalah.

Adanya korban jiwa membuat pendiri FPK3, Husnul Mubarak, menilai bahwa peristiwa ini bukan hanya sebatas kebakaran akibat anarkisme, tetapi juga merupakan bentuk diabaikannya aturan mengenai sistem proteksi kebakaran pada gedung bertingkat. Asumsi kami, Supratman selaku Ketua DPRD kurang memperhatikan hal tersebut.

Sebagaimana diketahui, dalam Surat Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. INS.11/M/BW/1997 dijelaskan bahwa sistem proteksi kebakaran merupakan salah satu syarat dalam penerbitan IMB.

Syarat keselamatan kerja yang berhubungan dengan penanggulangan kebakaran secara jelas juga digariskan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, antara lain:
− Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran;
− Menyediakan sarana jalan untuk menyelamatkan diri;
− Mengendalikan asap, panas, dan gas;
− Melakukan latihan bagi semua karyawan.

Menurut kami, terdapat dua hal yang diabaikan, yakni sistem proteksi kebakaran aktif dan sistem proteksi kebakaran pasif.

Sistem proteksi kebakaran aktif dirancang untuk mencegah dan memadamkan kebakaran secara otomatis, seperti sprinkler, detektor asap, detektor panas, APAR, serta hidrant.

Sedangkan sistem proteksi kebakaran pasif dirancang untuk menyediakan sarana jalur evakuasi, seperti selasar, ramp, tangga darurat, serta tangga khusus pemadam kebakaran.

Peristiwa kebakaran tersebut menggambarkan bahwa kedua sistem proteksi kebakaran tidak berfungsi dengan baik. Salah satu contohnya adalah adanya orang yang melompat dari lantai 4 gedung akibat tidak adanya tangga darurat di luar gedung.

Jangan sampai kejadian yang sama terulang kembali.

Scroll to Top