Ketua IPMIL Desak Pertanggungjawaban Hukum, Imbas Kebocoran Pipa PT Vale Cemari Sawah dan Sungai di Luwu Timur

ruminews.id – ‎Luwu Timur, Sulawesi Selatan – Kebocoran pipa minyak milik PT Vale Indonesia kembali terjadi di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan (Sulsel). Peristiwa ini mencemari aliran irigasi dan sawah warga, dengan total sekitar 38 hektare lahan pertanian yang terdampak. Selain itu, minyak hitam pekat dengan bau menyengat juga meluas ke kebun serta beberapa aliran sungai di sekitar lokasi.

‎Ketua IPMIL RAYA UNIBOS, Ghiant Braldy, menegaskan kebocoran kali ini bukan insiden sepele, melainkan bentuk kelalaian serius yang mengancam lingkungan hidup dan keselamatan warga.

‎“Minyak tersebut berwarna hitam pekat, berbau tajam, dan sangat berisiko mencemari lingkungan. Dampaknya sudah pasti buruk bagi masyarakat sekitar. Bayangkan, sawah yang menjadi sumber kehidupan warga kini terancam gagal panen,” ujarnya.

‎Ghiant juga menyoroti fakta bahwa kebocoran pipa ini bukan yang pertama kali terjadi.

‎“Ini sudah kali ketiga terjadi di lokasi yang tidak jauh berbeda. Jika perusahaan sebesar PT Vale tidak mampu mengurus infrastruktur dasarnya, lalu bagaimana mereka bisa menjamin keselamatan masyarakat luas? Kebocoran berulang ini bukti nyata lemahnya tanggung jawab korporasi,” tambahnya.

‎Ia menegaskan bahwa hingga saat ini, PT Vale belum menunjukkan sikap serius dalam menangani permasalahan.

‎“Sampai berita ini diturunkan, kami belum melihat adanya solusi konkret dari PT Vale. Tidak ada ganti rugi, tidak ada pemulihan lahan, bahkan warga terdampak masih dibiarkan menanggung kerugian sendiri. Ini jelas pelecehan terhadap hak-hak masyarakat,” tegasnya.

‎Lebih lanjut, Ghiant mendesak agar pemerintah tidak tutup mata dan segera bertindak.

‎“Kami mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemda Luwu Timur segera turun melakukan investigasi independen. Jangan biarkan perusahaan kebal hukum. Jika terus dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bahwa perusahaan besar bisa merusak lingkungan tanpa konsekuensi,” katanya.

‎Ia juga menegaskan pentingnya penegakan hukum sesuai undang-undang yang berlaku.

‎“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah jelas mengatur bahwa pencemar wajib menanggung ganti rugi. Tidak ada alasan untuk menunda. PT Vale harus bertanggung jawab, bukan hanya kepada petani yang lahannya rusak, tetapi juga kepada generasi mendatang yang akan mewarisi kerusakan lingkungan ini,” tegas Ghiant.

Scroll to Top