ruminews.id, Makassar – Anggaran perjalanan dinas DPRD Makassar akan mengalami pemotongan sebesar 50 persen. Pemotongan ini merupakan dampak dari efisiensi anggaran yang telah ditetapkan oleh Presiden Prabowo beberapa waktu lalu.
Sekretaris Dewan DPRD Makassar, Dahyal, mengungkapkan bahwa perjalanan dinas bagi Pemerintah Kota Makassar dan DPRD menjadi sektor yang paling terdampak dari kebijakan efisiensi tersebut.
“Sejak awal tahun, kami sudah mulai melakukan efisiensi, dan kali ini fokusnya pada perjalanan dinas. Bahkan, untuk asistensi DPRD 2025, anggaran perjalanan dinas sudah dipangkas,” ungkap Dahyal saat diwawancarai, Rabu (12/3/2025).
Dahyal menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait item-item yang akan dikenakan efisiensi lebih lanjut.
“Begitu Instruksi Presiden (Inpres) mengenai efisiensi ini terbit, kami langsung memotong anggaran perjalanan dinas sebesar 50 persen. Kami juga akan berdiskusi dengan Kemendagri mengenai hal-hal yang perlu diefisiensikan sebelum ditetapkan secara final oleh Pemerintah Kota,” ujarnya.
Selain itu, Dahyal menyebutkan bahwa pihaknya akan mempertanyakan kepada Kemendagri apakah reses dewan juga akan terdampak oleh kebijakan efisiensi tersebut.
“Reses tetap dilaksanakan, namun kami akan menanyakan kepada Kemendagri apakah reses juga termasuk dalam item yang akan dipotong atau ada kebijakan lain,” katanya.
Dahyal juga mengungkapkan bahwa anggaran uang transportasi untuk anggota dewan mengalami penurunan. Tahun ini, uang transportasi yang diterima anggota dewan berkurang dari Rp100.000 menjadi Rp50.000.
“Uang transportasi untuk dewan memang berkurang tahun ini. Tahun lalu, kami masih menerima Rp100.000, namun kini hanya Rp50.000, karena standar biaya satuan untuk wilayah Sulsel, termasuk Pemprov, hanya sebesar itu,” tambahnya.
Ketua Komisi D, Ari Ashari Ilham, juga menyoroti dampak efisiensi terhadap perjalanan dinas di DPRD. Menurutnya, kebijakan ini perlu dicari solusinya, mengingat kegiatan seperti perjalanan dinas dan Focus Group Discussion (FGD) menjadi yang paling terpengaruh.
“Efisiensi ini sangat terasa, terutama bagi DPRD, karena berbagai kegiatan seperti perjalanan dinas dan FGD terpotong. Kami perlu mencari solusi agar SKPD dan DPRD tetap bisa melakukan studi banding dengan daerah lain,” katanya.
Ari menegaskan pentingnya studi banding bagi SKPD dan DPRD untuk mempelajari solusi atas masalah yang dihadapi dan untuk mendapatkan inspirasi dari daerah yang lebih maju. Ia berharap kebijakan efisiensi tidak menghalangi upaya tersebut.
“Efisiensi memang harus dilakukan, tetapi kita tidak bisa memungkiri bahwa studi banding itu penting untuk mengatasi kendala dan mencari inspirasi dari kota-kota yang lebih maju,” tutupnya.