ruminews.id, Makassar – Proyek Kereta Cepat Whoosh yang akhir-akhir ini menjadi perhatian publik kini menghadirkan beragam opini baik dari kalangan pengamat politik hingga para aktivis hari ini, Salah satunya hadir dari Ketua Dema Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar, Muh Alwi Nur.Â
Alwi Menegaskan bahwa Panggung telah hadir di depan mata Presiden Prabowo Subianto, yang berkuasa dengan janji menggelegar untuk memberantas korupsi “tanpa pandang bulu”, kini dihadapkan pada ujian pertamanya. Ujian itu bukan datang dari lawan politik, melainkan dari warisan pendahulunya, Joko Widodo: Kereta Cepat Whoosh.
Whoosh adalah monumen baja yang melambangkan bagaimana sebuah proyek bisa dipaksakan, mengabaikan akal sehat, dan kini, diduga kuat menjadi praktik Mark Up.
Mari kita jujur. Sejak awal, proyek Whoosh adalah sebuah drama yang dipaksakan. Publik dibuai dengan ilusi manis bahwa ini murni business-to-business (B2B), tanpa sepeser pun uang rakyat. Sebuah kebohongan yang akhirnya terbongkar. Ketika biaya membengkak—sebuah cost overrun yang sudah diprediksi banyak ahli—tabir itu robek. APBN terpaksa digelontorkan melalui PMN untuk menyelamatkan proyek yang sakit-sakitan ini. Perencanaan yang serampangan dan studi kelayakan yang diduga “diatur” demi mengejar target politis, kini meninggalkan borok utang triliunan. Lanjut Alwi
Kini, KPK telah mengendus bau busuk dari proyek ini. Penyelidikan atas dugaan mark-up telah dimulai. Ini bukan lagi sekadar rumor. Data pembanding menjeritkan ketidakwajaran: biaya per kilometer di Indonesia tiga kali lipat lebih mahal daripada di negara asalnya.
Selisih puluhan juta dolar per kilometer ini bukankah perampokan uang negara? Jika ini bukan indikasi korupsi terstruktur, lalu apa namanya?
Pertanyaannya, siapa yang bermain? Proyek raksasa yang melibatkan dua negara dan utang jumbo ini mustahil diputuskan di level bawah. Jejaknya pasti mengarah ke atas, ke pusat kekuasaan era Jokowi.
Tegas Alwi~
Muh Alwi Nur juga melanjutkan pandangannya dengan 2 premis yang merujuk ke Presiden Indonesia yaitu:
Prabowo: Antara Janji Kampanye dan Sandera Politik
Di sinilah letak jantung persoalannya. Prabowo kini terjebak dalam dilema paling pelik. Di satu sisi, ia berkoar-koar akan menghabisi praktik korupsi yang “merampok uang rakyat”. Di sisi lain, proyek yang diduga di mark up ini adalah proyek dari rezim yang memuluskan jalannya ke Istana.
Rakyat kini menonton: Apakah Prabowo benar-benar seorang panglima yang berani membongkar borok, atau ia sekadar sandera politik yang tidak akan pernah berani menyentuh “zona nyaman” pendahulunya?
Mengaudit tuntas proyek Whoosh berarti siap mengadili keputusan-keputusan di era Jokowi. Ini berarti membuka kotak pandora kalau kata mitologi Yunani, yang mungkin akan menyeret nama-nama besar di lingkaran kekuasaan lama—lingkaran yang kini sebagian besar masih berada di sekeliling Prabowo.
Publik tidak butuh lagi retorika. Rakyat malas dengan sandiwara. Jika penyelidikan KPK ini mandek, atau hanya menyentuh “ikan teri” sementara “hiu” dibiarkan bebas, maka habislah kepercayaan publik.
Ini adalah pertaruhan integritas Prabowo. Jika ia gagal—atau lebih buruk, memilih untuk gagal—demi “stabilitas” politik, maka janji pemberantasan korupsi itu hanyalah bualan kosong di atas panggung kampanye. Waktu akan membuktikan apakah ia singa pemberantas korupsi, atau sekadar penjaga gerbang bagi dosa-dosa rezim lama. Tutup Alwi