OPINI

MBG: Modus Baru Genosida

ruminews.id – ‎Di suatu pagi merangkak siang, seorang anak menyantap satu porsi makanan. Tak ada yang memintanya membayar. Si anak itu pun berpikir, ini gratis. Namun tidak ada yang benar-benar gratis di kehidupan ini, kecuali udara yang kita hirup atau sinar matahari yang menyapa pagi. Makanan bergizi yang dihidangkan untuk si anak dan untuk ribuan anak lainnya tidak jatuh begitu saja dari langit atau gratis. Ia datang dari keringat yang mengucur, dari waktu yang terkurung, dari keping-keping uang yang disetorkan dengan sukarela maupun tidak rela ke negara. Ia datang dari pajak.

‎Pajak. Kata itu seringkali memberatkan, seperti batu yang diseret dalam impian. Ia adalah potongan dari penghasilan, pengurangan dari kesenangan, sesuatu yang kita berikan tanpa melihat wajah penerimanya. Tak jarang kita memberikannya dengan gerutu, kadang dengan kelupaan, seolah ia hilang dalam labirin birokrasi yang tak berwajah.
‎Dari pajak itulah muncul kosa kata Makan Bergizi Gratis (MBG), yang sesungguhnya tidak gratis. Program andalan Presiden terpilih.

‎Berdasarkan laporan Tempo, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah awalnya mengalokasikan Rp 71 triliun untuk MBG, lalu menambah Rp 100 triliun, sehingga total dana yang dikelola Badan Gizi Nasional (BGN) mencapai Rp 171 triliun. Dengan anggaran sebesar itu, proses maladministrasi dimungkinkan berlangsung, melingkupi penguasa, pihak swasta dan pemenang tender MBG di berbagai daerah. Oleh sebab itu, menjadi alarm bising bagi kekuasaan politik untuk menegakkan secara konsisten Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.

‎Sejak diterapkannya MBG ini, ada sebanyak 6.457 anak keracunan hingga September 2025. Tentu, kita mesti bertanya ada apa gerangan demikian? Apakah bergizi sama dengan beracun? Tentunya tidak. Ada semacam upaya negara untuk mengatur kehidupan biologis, dalam hal ini standarisasi gizi dan penyeragaman nutrisi. Bahkan negara berupaya mengambil alih dapur. Tidak ada lagi percakapan intim antara anak dan orang tuanya di pagi hari. Seperti kata Michael Foucault, dimana ada kekuasaan di situ ada perlawanan, hal demikianlah yang menciptakan protes ibu-ibu di Monas dengan perkakas dapur, menolak MBG.

‎Keracunan massal juga terjadi di Nunukan, tepatnya di Sebatik Tengah pada 30 September 2025. Sebanyak 58 Siswa dari berbagai sekolah diduga kuat keracunan MBG, yang dapurnya baru beroperasi selam dua hari. Masyarakat Nunukan dan Indonesia pada umumnya harus menyadari bahwa tidak ada yang gratis dalam program ini. Setiap suap yang masuk ke mulut anak-anak telah dibayar lunas dengan potongan kebebasan dan pajak yang kita sumbangkan. Kita sedang membiarkan negara menentukan apa yang “baik” untuk tubuh kita, tentang apa itu “bergizi”, sambil mengabaikan kebijaksanaan lokal dan keunikan individual.

‎Ini adalah sebuah gejala. Mungkin sudah waktunya untuk mendengarkan protes ibu-ibu dengan perkakas dapurnya, dan merenungkan ulang makna sebenarnya dari kemandirian dan kebebasan dalam mengurus tubuh dan generasi kita sendiri. Masyarakat Nunukan sudah saatnya menyadari bahwa kunjungan bupati yang terlihat cepat dan peduli hanyalah reaksi sesaat atas kegagalan struktural. Sebuah gerak cepat yang sesungguhnya adalah dengan menghentikan sementara program seperti desakan salah satu anggota DPRD Nunukan, dan melakukan evaluasi total.

‎Semoga kejadian ini dapat membuka kesadaran bersama untuk membaca aksi-aksi publik para pemimpinnya dengan kritis, serta selalu mempertanyakan, apakah ini kerja nyata atau sekadar pencitraan yang dibungkus dalam kemasan “gerak cepat”? Atas keracunan massal ini, Bupati Nunukan mesti mengevaluasi total pihak swasta atau pemenang tender yang mungkin saja orang dekatnya. Keracunan massal ini bisa memicu Modus Baru Genosida (MBG), bukan lagi Makan Bergizi Gratis.


‎Taman Pustaka:

  1. ‎Anggaran Makanan Bergizi Gratis Naik, Salip Dana Untuk Pertahanan dan Kesehatan. (2025, Juni 11). Diakses pada 30 September 2025. https://www.tempo.co/ekonomi/anggaran-makan-bergizi-gratis-naik-salip-dana-untuk-pertahanan-dan-kesehatan-1674238
  2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 adalah Undang-Undang tentang Pelayanan Publik yang bertujuan memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara pelayanan publik.
  3. 6.457 Orang Keracunan MBG per September 2025, Terbanyak di Pulau Jawa. (2025, Oktober 1). Diakses pada 1 Oktober 2025. https://nasional.kompas.com/read/2025/10/01/15390941/6457-orang-keracunan-mbg-per-september-2025-terbanyak-di-pulau-jawa
  4. Diduga Keracunan MBG, 58 Siswa di Sebatik Tengah Alami Muntahber, Camat : Sebagian Dirujuk Kerumah Sakit Pratama. (2025, September 30). Diakses pada 1 Oktober 2025. https://rubrikkaltara.id/2025/09/30/diduga-keracunan-mbg-58-siswa-di-sebatik-tengah-alami-muntahber-camat-sebagian-dirujuk-kerumah-sakit-pratama/

Share Konten

Opini Lainnya

IMG-20251008-WA0001
Asistensi Mengajar Mandiri: Inovasi Kampus Menjawab Keterbatasan Kebijakan dan Menguatkan Nilai Sosial Calon Guru
IMG-20251007-WA0033
Ikhtiar, Takdir, dan Misi Kader HMI dalam Menjawab Tanggung Jawab Zaman
f5563536-316d-41d3-a4aa-3491fbf6cf0f
Fenomena Kanda Karca: Belajar dari Senior untuk Melihat Dunia
b03bfafc-3c92-444e-9393-3368a865adb1
Makan Bergizi Gratis, “Cobra Effect” dan Sabotase?
IMG-20251005-WA0093
Menyambut Era Algoritmokrasi Ekonomi
585f3145-5819-44ef-a611-a3f5ed7eb9c9
Alibi Dangkal Menteri HAM: Keracunan MBG Bukan Pelanggaran HAM?
4bd17c9f-4ec6-4fab-bd95-228fc0fb09ae
Fenomena Parodi Kanda Karca: Belajar Dunia dari Bayangan Senior
2e2991d0-76c3-4c3a-b9ed-4df50e3f88b6
Kelangkaan BBM di Daerah: Jejak Kebijakan yang Membakar Asa Rakyat
0a5672bf-6a63-4912-89f1-c822e4038f2e
Jaksa Agung Ancam Copot Kejati/Kejari yang Enggan Usut Korupsi di Daerah
IMG_6374
Employee Advocacy : Strategi Komunikasi Kemenkeu Di Era Disrupsi Digital
Scroll to Top