ruminews.id, Makassar — Rabu, 1 Oktober 2025. Jalan depan Markas Polrestabes Makassar berubah menjadi panggung suara rakyat. Di bawah panas matahari siang, suara lantang Rahmat Paturungi, Jenderal Lapangan Front Aktivis Kerakyatan Sulawesi Selatan, membelah udara dengan orasi yang menusuk nurani.
“Kami menyampaikan keprihatinan mendalam atas dugaan praktik pemerasan dan jual beli hukum yang merajalela di tubuh aparat penegak hukum, khususnya dalam penanganan kasus narkoba.”
Rahmat menyingkap kabar buram yang beredar tentang pengguna narkoba yang ditangkap, namun kemudian dilepas begitu saja setelah uang berpindah tangan. Jika benar adanya, praktik ini bukan sekadar noda, melainkan luka dalam pada tubuh institusi kepolisian. Ia mengingatkan, hukum yang sejatinya suci telah diperdagangkan, dan marwah aparat yang seharusnya menjadi pelindung rakyat, terjerembab ke dalam kubangan transaksi gelap.
Menurutnya, tindakan semacam itu bukan hanya melanggar prinsip hukum yang semestinya berdiri tegak tanpa pandang bulu, melainkan juga bentuk pengkhianatan terhadap amanah lembaga yang seharusnya menjaga rakyat, bukan memperdagangkan keadilan. Yang lebih menyayat, praktik kotor itu menutup jalan rehabilitasi bagi para pengguna narkoba yang berhak atas pembinaan, bukan pemerasan.
Dengan nada getir namun tegas, Rahmat mendesak:
Kepolisian menindak tegas setiap oknum aparat yang mencoreng institusi dengan praktik pemerasan.
Transparansi dan akuntabilitas hukum ditegakkan, agar kepercayaan rakyat tidak terkoyak lagi.
Rehabilitasi diposisikan sebagai jalan humanis, bukan dijadikan pintu masuk bagi kriminalisasi dan pemerasan.
Di ujung orasinya, Rahmat memberi isyarat bahwa Front Aktivis Kerakyatan tak sekadar bersuara, melainkan juga menggenggam bukti. “Kami mengantongi nama oknum yang diduga terlibat. Dua di antaranya berinisial HR dan RS,” serunya, menyulut gelombang riak di tengah massa.
“Hukum jangan diperjualbelikan! Keadilan harus ditegakkan!” seruan itu pun menggema, bagai palu sidang yang mengetuk nurani bangsa.