ruminews.id – Penunjukan Joko Widodo sebagai penasihat di Bloomberg New Economy Global sekilas tampak seperti sebuah kebanggaan nasional, seolah-olah Indonesia kini diperhitungkan dalam gelanggang ekonomi dunia. Namun jika dibaca lebih dalam, berita ini justru menyingkap wajah lain dari bagaimana kepentingan asing terus mencari cara untuk memperluas pengaruhnya ke jantung politik dan ekonomi Indonesia.
Bloomberg bukan sekadar forum akademis atau ruang diskusi netral, melainkan bagian dari jaringan kapitalisme global yang mendorong agenda pasar bebas, liberalisasi, dan keterbukaan bagi modal transnasional. Kehadiran Jokowi di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari cara pandang kapital global terhadap Indonesia, sebuah negara dengan sumber daya alam berlimpah, populasi besar yang konsumtif, dan posisi strategis di Asia.
Menghadirkan Jokowi di forum ini ibarat memberi wajah ramah bagi agenda besar kapitalisme global. Figur mantan presiden yang populer, yang dikenal sederhana dan pro-investasi, bisa dipakai untuk meyakinkan publik dalam negeri bahwa keterlibatan asing adalah sebuah kehormatan, bukan ancaman. Padahal, sejarah menunjukkan berkali-kali bahwa agenda ekonomi global kerap menekan negara-negara berkembang agar membuka pasar lebih luas, melonggarkan regulasi, dan menomorduakan kepentingan rakyat demi menjaga kenyamanan investor. Dengan mengangkat Jokowi sebagai penasihat, forum global seperti Bloomberg tidak hanya mendapatkan legitimasi simbolis, tetapi juga pintu masuk yang lebih halus untuk memperluas pengaruhnya di Indonesia.
Inilah yang seharusnya membuat kita waspada. Alih-alih melihat jabatan baru Jokowi sebagai semata pengakuan prestasi, publik perlu mengajukan pertanyaan yang lebih kritis: sejauh mana posisi ini akan benar-benar memberi manfaat konkret bagi kepentingan nasional? Apakah Jokowi akan menggunakan posisinya untuk menyuarakan keadilan bagi negara-negara Selatan, atau justru terseret dalam arus besar kepentingan asing yang menjadikan Indonesia hanya sebagai pasar dan ladang eksploitasi? Jangan sampai figur mantan presiden ini hanya dijadikan simbol kehormatan, sementara di baliknya, modal global semakin leluasa menancapkan kukunya di tanah kita.
Narasi pengangkatan Jokowi di Bloomberg New Economy Global bisa jadi dibingkai sebagai prestise, tetapi pada dasarnya juga membuka pertanyaan mendasar: apakah bangsa ini akan berdiri sebagai subjek yang menentukan arah, atau sekadar objek yang dipermainkan oleh kepentingan asing?
[Erwin]