ruminews.id – Makassar, 10 September 2025. Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Budaya eSA (UKM SB Esa) menegaskan sikap kerasnya dalam dialog bertajuk “Kampus dan Imaji Demokrasi: Merawat Ruang Kritis” yang digelar bersama Pekerja Seni Kampus (PSK) Makassar, Rabu (10/09) di Kampung Esa.
Dialog ini menghadirkan Gunawan Hatmin (Mahasiswa Pascasarjana UINAM) dan Tawakkal Mahmud (Menteri Hukum dan HAM DEMA UINAM) sebagai narasumber, serta dipandu oleh Alamzah Amor sebagai moderator. Acara ini menjadi forum konsolidasi mahasiswa seni untuk menyuarakan kegelisahan atas kondisi kampus dan demokrasi nasional yang kian terjebak dalam pragmatisme.
Dalam forum, UKM SB eSA menyampaikan ultimatum moral kepada pihak kampus: berhenti memperlakukan seni sekadar pelengkap kegiatan formalitas. Seni harus menjadi ruang hidup bagi kritik mahasiswa, bukan dibungkam atau dipoles sebagai hiburan seremonial.
“Kampus tanpa ruang kritis bukan lagi rumah ilmu, tapi pabrik birokrasi. Seni bukan pajangan, ia adalah bahasa perlawanan. Jika kampus tidak memberi ruang, mahasiswa akan merebutnya,” tegas perwakilan UKM SB Esa.
Gunawan Hatmin menekankan bahwa seni adalah medium filsafat dan refleksi sosial yang menjaga daya kritis mahasiswa. Sementara Tawakkal Mahmud mengingatkan agar mahasiswa tidak larut dalam pragmatisme politik kampus, melainkan terus berperan sebagai motor demokrasi substansial.
Kegiatan tidak berhenti pada ruang dialog. Pasca-diskusi, acara dilanjutkan dengan pementasan seni dari para pekerja seni kampus. Pertunjukan meliputi *teater, seni rupa, musik, sastra, hingga musikalisasi puisi* yang menggugah, menyuarakan keresahan generasi muda, dan sekaligus menghidupkan imajinasi demokrasi. Pementasan ini menjadi bukti nyata bahwa seni di kampus bukan hanya retorika, tetapi praktik nyata perlawanan kultural.
Dengan slogan “Seni Lawan Tirani”, UKM SB eSA bersama PSK Makassar menegaskan komitmennya untuk menjaga ruang kritis dan menyalakan kembali nurani demokrasi di tengah kampus yang semakin birokratis. Dialog dan pementasan ini menjadi momentum penting bahwa mahasiswa seni tidak hanya mencipta karya, tetapi juga merawat kebebasan berpikir sebagai fondasi demokrasi.