Ribuan Warga Manggala Tolak Hukum Kolonial, Pertanyakan Putusan Pengadilan

ruminews.id, Makassar – Ribuan warga Perumahan Gubernur dan Perumahan Pemda di Kelurahan Manggala, Kota Makassar, turun ke jalan pada Minggu, 18 Mei 2025. Mereka menolak pemberlakuan dokumen hukum warisan kolonial Belanda yang kini mengancam hak atas rumah yang telah mereka tempati secara sah selama puluhan tahun.

Warga merasa terancam kehilangan tempat tinggal akibat putusan banding Pengadilan Tinggi Makassar yang memenangkan gugatan sengketa lahan berdasarkan dokumen Eigendom Verponding Nomor 12 Tahun 1838—sebuah dokumen hukum dari abad ke-19 era kolonial.

Dari Tanah Negara ke Sengketa

Lahan yang disengketakan sebelumnya berstatus tanah negara, yang kemudian dialokasikan untuk pembangunan rumah bagi ASN oleh pemerintah. Warga membeli dan menempati rumah-rumah tersebut dengan legalitas resmi. Namun, gugatan dari pihak Samla Daeng Simba dkk dan Hj Magdallena De Munnik mengklaim lahan tersebut sebagai milik pribadi berdasarkan dokumen kolonial.

Gugatan itu sempat ditolak oleh Pengadilan Negeri Makassar (Nomor 15/Pdt.G/2024/PN.MKS), namun dimenangkan oleh penggugat di tingkat banding. Pemerintah pusat dan daerah kini mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Forum Warga Bersatu: Kami Tidak Diam

Merespons situasi ini, warga membentuk Forum Warga Bersatu Perumahan Gubernur dan Pemda Manggala. Dalam pernyataan sikap resmi yang dibacakan oleh ketuanya, Sadaruddin, warga menyuarakan penolakan terhadap apa yang mereka anggap sebagai bentuk penjajahan baru.

“Kami menolak hukum penjajahan di negeri merdeka. Penggunaan dokumen Eigendom Verponding adalah bentuk kemunduran hukum dan ancaman terhadap kedaulatan rakyat atas tanahnya sendiri,” tegas Sadaruddin.

Delapan Tuntutan Warga:

1. Menolak pemberlakuan hukum kolonial (Eigendom Verponding) di era kemerdekaan.

2. Menolak peradilan yang diduga dikendalikan oleh mafia tanah dan mafia hukum.

3. Mendesak Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan membongkar dan menghukum jaringan mafia tanah.

4. Menuntut Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar menjaga aset negara dan melindungi warganya.

5. Menolak segala bentuk intimidasi dan premanisme di kawasan Manggala.

6. Mengajak seluruh warga bersatu memperjuangkan hak atas tanah secara sah.

7. Menuntut pengungkapan jaringan mafia hukum dalam kasus ini.

8. Mendesak penyelidikan dugaan pemalsuan dokumen dalam proses gugatan.

 

Dampak Luas, Warga Siap Lanjutkan Aksi

Warga menegaskan bahwa perjuangan mereka akan tetap damai dan konstitusional, namun tegas. Tidak hanya rumah warga, sejumlah fasilitas umum juga terancam jika putusan tersebut diberlakukan.

Bangunan di Lokasi Sengketa:

Kampus STIBA

5 Masjid

2 Pamsimas

Jaringan pipa PDAM Makassar

2 Pesantren

1 SMA

Posyandu

2 Taman Pendidikan Anak (TPA)

Gedung BKPRMI Sulsel

1.500 unit rumah warga

Aksi lanjutan akan digelar di Kantor BPN Makassar, Pengadilan Tinggi Makassar, dan DPRD Sulsel sebagai bentuk perlawanan terhadap apa yang mereka nilai sebagai ketidakadilan hukum.

Warga mendesak Gubernur Sulawesi Selatan dan Wali Kota Makassar turun tangan langsung dan memastikan perlindungan terhadap hak warga. Mereka juga menuntut investigasi terhadap dokumen yang dijadikan dasar gugatan, serta audit terhadap proses hukum yang dinilai menyimpang.

Scroll to Top