ruminews.id,– Bulan Maret tahun 2025 kali ini merupakan bulan yang sangat menggembirakan bagi ummat muslim di dunia tak terkecuali bagi ummat muslim di Indonesia sebab bulan ini bertepatan dengan bulan suci ramadhan tahun 1446 Hijriyah. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang suci bagi ummat muslim sebab Bulan ini menjadi momentum bagi ummat muslim untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan sebagaimana yang telah disebutkan dalam QS Al Baqarah ayat 183 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Secara etimologis, Ramadhan artinya bulan pembakaran. Salah satu pemikir islam Dr. Sabri Ar mengandaikan Ramadhan Sebagai suatu akus pemisahan diri yang asli (fitri) dengan diri yang palsu sebagaimana pemisahan karat yang menempel pada logam mulia melalui pembakaran dengan titik didih tertentu.

Puasa dan demokrasi merupakan dua hal yang berbeda. Puasa adalah wilayah agama; ia merupakan sebuah aktus dan ritual yang bersifat private dalam wilayah keagamaan. Sementara demokrasi adalah wilayah Negara; ia sebagai sistem yang digunakan dalam menyelenggarakan sebuah pemerintahan dan kekuasaan politik melalui berbagai tahapan dan mekanisme untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam berbagai manifestasi kerja-kerja politik kebangsaan dan kenegaraan.
Namun, keduanya memiliki sisi-sisi tertentu yang menarik untuk diungkapkan. Setidaknya, puasa dan demokrasi adalah sama-sama sebuah “sistem” yang hadir untuk mencetak manusia sesuai dengan grand mission masing-masing.
Puasa adalah aktus agama yang bertujuan untuk melahirkan manusia-manusia muttaqin, manusia yang memiliki standar spiritualitas dan moralitas yang kuat sehingga bisa adaptif bahkan survival dengan berbagai tantangan dan dinamika kehidupan. manusia-manusia muttaqin adalah manusia yang memiliki ilmu dan rasionalitas keagamaan yang kuat. Sebagai pondasi piramida ketaatan, baik secara transenden maupun imanen.
Sementara demokrasi adalah system bernegara yang bertujuan menghasilkan pemimpin-pemimpin bangsa yang berkompeten melalui tahapan dan mekanisme pemilihan yang bertujuan untuk membangun tatanan kehidupan masyarakat yang adil, sejahtera dan makmur dengan mengedepankan nilai dan prinsip kejujuran, keadilan, kesetaraan dan keterbukaan. Secara ideal manusia-manusia yang yang lahir melalui sistem demokrasi adalah manusia yang memiliki standar nilai kejujuran, keadilan, kesetaraan dan keterbukaan yang tinggi dalam melakukan kerja-kerja politik untuk membangun tatanan kehidupan yang adil, sejahtera dan makmur.
Dalam teks bahasa al-Qur’an disebut dengan “kam kutiba ‘alallana ming qablikum”, bahwa puasa yang diwajibkan atas umat Islam juga dilakukan oleh umat terdahulu sesuai dengan format dan mekanismenya masing-masing. Begitu halnya dengan demokrasi, ia merupakan sebuah sistem yang lahir dan berkembang dari negara yang nun jauh di sana, Athena Yunani namanya. Dalam sejarahnya, demokrasi lahir sebagai wujud perlawanan dan atau “antitesa” terhadap sistem pemerintahan otoriter dan diktator.
Bangsa Indonesia telah lama menerima dan menjadikan demokrasi sebagai bagian dari sistem pemerintahan. Usianya terbilang cukup tua. Baru-baru ini bangsa Indonesia untuk kesekian kalinya kembali melaksanakan hajatan dan perhelatan demokrasi perlima tahun sekali. Tepatnya pada tanggal 27 November 2024. Olehnya, publik Indonesia sudah cukup memiliki data dan referensi dalam membaca dan menilai wajah demokrasi kita sebenarnya. Apakah wajah demokrasi kita kian maju dan beradab atau malah mengalami degradasi karena ada permainan kekuasaan oleh bandit-bandit oligarki dan politik dinasti?
Beberapa pakar berpendapat bahwa demokrasi kita kian mengalami kemunduran. Tentunya, pandangan demikian tidak mengudara begitu saja dari ruang hampa. Akan tetapi, pandangan demikian merupakan konstruksi terhadap fakta politik yang terjadi dalam kondisi kenegaraan kita belakangan ini. Fakta buruknya demokrasi kita belakangan ini tergambar dalam beberapa peristiwa yang masih sangat segr dalam ingatan kita semua mulai dari Pagar laut, Pertamax oplosan hingga pembungkaman seniman SUKATANI.
Wajah buruk demokrasi belakangan ini seperti mengantarkan kita pada titik perjumpaan antara abuse of power dengan kerja-kerja bandit-bandit oligarki.
Berdasarkan fakta uruk dari wajah demokrasi kita hari ini penulis berupaya mengurai wajah demokrasi kita dari sudut pandang “puasa”. Secara umum, puasa memang merupakan ritual dan aktus yang bersifat private. Namun, keberadaan ajaran puasa juga bersentuhan dan beririsan dengan banyak hal. Bahkan ajaran puasa membawa implikasi secara langsung terhadap jiwa masing-masing dan dalam perkembangan selanjutnya jiwa-jiwa tersebut memberikan sentuhan lembut bagi jiwa-jiwa yang lain. Sehingga, puasa dalam konteks demikian juga memiliki keterkaitan yang erat dengan kehidupan individu maupun sosial dan kebangsaan.
Mungkin menarik untuk mempertemukan term “muttaqin” dengan “demokrasi”. Sebagaimana muttaqin sebuah jalan lurus dan serba hati-hati. Demokrasi harus berjalan lurus ke depan dalam rngka mewujudkan kesejahteraan untuk ummat manusia. Demokrasi kita harus terbebas dari paa pembajak.
Kita tentu berharap bahwa aktus puasa pada Ramadhan kali ini mampu melahirkan manusia-manusia muttaqin yang mampu membawa demokrasi sebagai sistem yang akan memberikan harapan bagi masa depan peradaban bangsa dan umat manusia.