ruminews.id- Proses stres dimulai ketika kita menghadapi situasi yang kita anggap mengancam atau menantang. Ini bisa berupa masalah pekerjaan, hubungan, atau bahkan situasi yang lebih sederhana, seperti terlambat untuk suatu janji. Otak kita (khususnya bagian amigdala, yang bertanggung jawab atas pengenalan ancaman) mendeteksi ancaman tersebut. Ketika amigdala merasa terancam, ia memberi sinyal ke bagian lain dari otak, terutama hipotalamus, untuk memulai respons stres. Jika kita melihat tenggat waktu yang semakin dekat dan kita merasa cemas, maka otak mulai menilai situasi ini sebagai ancaman, karena kita khawatir tidak akan selesai tepat waktu.
Setelah otak mengidentifikasi ancaman, tubuh memulai respons “fight or flight” (bertarung atau lari), yang merupakan reaksi fisik untuk menghadapi ancaman tersebut. Respons ini dipicu oleh sistem saraf otonom dan kelenjar adrenal. Karena ketika kita menghadapi tantangan atau tekanan, tubuh kita dipersiapkan untuk bertindak – baik itu untuk menyelesaikan masalah atau menghindari bahaya. Adrenalin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal dalam situasi stres. Ketika tubuh merespons stres, adrenalin dilepaskan ke aliran darah, yang menyebabkan beberapa perubahan dalam tubuh untuk mempersiapkan kita menghadapi tantangan. Adrenalin meningkatkan energi dan memberi kita kekuatan ekstra. Jika kita sedang presentasi di depan umum dan merasa sedikit stres, adrenalin yang dilepaskan dalam tubuh akan memberi kita energi ekstra, sehingga kita lebih bersemangat, lebih fokus, dan mampu berbicara dengan lebih percaya diri. Begitu juga ketika kita menghadapi ujian atau deadline kerja, maka kortisol akan membantu meningkatkan fokus sehingga kita bisa memusatkan perhatian pada apa yang perlu dilakukan dan menyelesaikan tugas dengan efisien.

Jadi, kondisi stres memberikan hikmah bagi kita dalam mempersiapkan tubuh dan mental kita untuk menghadapi tantangan kehidupan. Inilah yang disebut stres positif (eustress). Stres positif memberikan kita dorongan untuk bertindak dan menyelesaikan tugas dengan lebih baik. Adrenalin memberi kita energi untuk bergerak dan mengambil tindakan, sedangkan kortisol membantu kita untuk tetap fokus dan membuat keputusan yang tepat. Keduanya bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan memungkinkan kita mengatasi tantangan kehidupan. Stres positif bisa memacu kreativitas, menimbulkan inspirasi, meningkatkan kebahagiaan, dan bahkan meningkatkan kesehatan tubuh.
Stres positif berubah menjadi stres kronis (stres negatif yang berkelanjutan), ketika seseorang mulai memikirkan masalah itu secara berlebihan, sehingga otaknya tetap terjaga dalam mode fight or flight (bertarung atau lari), meskipun tantangan tersebut sudah selesai atau tidak lagi mendesak. Overthinking (berpikir berlebihan) memang bisa membuat stres positif berubah menjadi stres kronis. Pada dasarnya, overthinking membuat seseorang terus-menerus memikirkan situasi atau masalah, bahkan setelah ia sudah menyelesaikannya atau seharusnya bisa melepaskannya. Misalnya, seseorang merasa stres karena ada tugas besar yang harus diselesaikan. Stres ini memberi dorongan untuk fokus dan menyelesaikan tugas tersebut. Namun, setelah tugas selesai, ia mulai overthinking – memikirkan apakah hasilnya cukup baik, apakah ia sudah melakukan yang terbaik, atau bahkan khawatir tentang kemungkinan masa depan yang belum terjadi. Overthinking ini membuat ia terus-menerus merasa cemas, meskipun tantangan itu sudah selesai. Akibatnya, stres yang awalnya positif untuk menyelesaikan tugas berubah menjadi stres kronis karena ia tidak dapat berhenti memikirkan hal itu, dan tubuhnya tetap dalam keadaan tertekan, meskipun situasi sebenarnya sudah selesai.
Ketika seseorang mulai memikirkan hal-hal yang belum terjadi atau mengkhawatirkan kemungkinan terburuk, maka ia membuat dirinya terjebak dalam perasaan cemas yang tidak perlu. Ini membuat tubuh tetap terjaga dan meningkatkan produksi hormon stres. Alih-alih fokus pada apa yang bisa dilakukan saat ini, overthinking membuat seseorang memikirkan masa lalu atau masa depan. Pikirannya terbagi antara kekhawatiran tentang hal yang belum terjadi atau penyesalan tentang yang sudah lewat, alih-alih menyelesaikan tugas yang ada. Overthinking seringkali membuat seseorang merasa tidak memiliki kontrol atas situasi. Ketika seseorang terlalu memikirkan berbagai hal yang terlepas dari kendalinya, maka ia cenderung merasa tertekan, dan stres menjadi semakin intens.
Overthinking membuat seseorang terjebak dalam siklus berpikir yang tidak produktif dan terus-menerus memperburuk stres yang sudah ada. Hal ini bisa menyebabkan ketegangan otot, gangguan tidur, kelelahan, kecemasan, dan bahkan depresi. Stres positif menjadi negatif karena tidak memberi tubuh dan pikiran kesempatan untuk pulih atau melepaskan ketegangan yang ada. Stres yang awalnya bisa memberikan dorongan positif untuk berkembang bisa berubah menjadi stres kronis jika kita tidak hidup di “saat ini”. Ketika seseorang terus-menerus memikirkan masalah yang belum selesai atau khawatir tentang masa depan, maka stres tersebut bertumpuk dan bisa menjadi beban yang berbahaya bagi tubuh dan pikiran. Kunci untuk menghindari stres kronis adalah dengan mengelola pikiran kita, mengatur prioritas, dan kembali ke “saat ini”.