ruminews.id- Dahulu di Baghdad ada seorang Ibu yang membawa anaknya untuk belajar pada Imam Junaid al-Baghdadi, beliau adalah sufi besar pada masanya. Ia memohon pada Junaid untuk mengajari zuhud dan ilmu keagamaan lainnya, kepada anaknya.
Di tinggalkan Putranya di situ dan disediakan segala yang dibutuhkan.
2 tahun berselang, kembali ibu ini menjenguk putranya. Ia terkejut ketika menemukan putranya tengah membasuh baju, mengelap lantai dan membersihkan toilet. Ia marah besar. Kepada Junaid dan ia berkata, “saya tidak mengirimkan anak saya untuk dijadikan pembantu”.
Junaid hanya menjawab singkat “selama ia belum bisa mengikis kesabaran dan keangkuhan dirinya, ia tidak bisa melangkah lebih lanjut mengikuti pelajaranku”.
Cerita ini sedikit banyak ada korelasinya dengan proses kita di HMI dan tentu sistem perkaderan lainnya juga. Sebagai anggota baru di HMI kadang kita mengerjakan sesuatu diluar dari keinginan dan kapasitas kita, tapi sadar atau tidak itu adalah awal dari rangkaian proses yang harus di lalui. Banyak orang yang tidak tahan dengan proses ini, lalu pergi meninggalkan segala ceritanya. Tapi tak sedikit yang bersungguh-sungguh mengikuti proses dan menang melawan seleksi alam.

Pilihan berproses di HMI haruslah menjadi tangga yang wajib dilalui hingga menjadi sukses, pilihan agar orang terbentuk pribadinya, menjadi cerdas spiritualitasnya. Pilihan yang menempatkan keyakinan sebagai senjata dalam melewati segala badai. Meyakinkan dirinya bahwa Allah tidak akan membiarkan insan yang berkualitas terlantar dan sia-sia. Karena Dia Maha Tahu siapa yang sudah pantas mendapatkan anugrah-Nya.
Salah satu inspirasi terbesar yang harus dipelajari semua yang tengah dan telah berproses di HMI adalah kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW yang selalu relevan dengan semua orang yang tengah berproses menjadi lebih baik. Terutama bagi kader-kader HMI yang tengah berproses melewati anak tangga perkaderan.
Rasulullah SAW menjadi manusia besar yang dipilih menjadi utusan Allah tentu bukan dengan persiapan yang hadir secara tiba-tiba. Nabi muda telah bekerja mandiri sejak usia beliau 15 tahun, menggembala domba : yang ternyata hikmahnya pun luar biasa.
Setidaknya, kata Ibnu Hajar Al Asqolani, Rasulullah muda dididik Allah sebagai penggembala domba dengan hikmah istimewa : agar terbiasa dengan kesepian, supaya memiliki sifat yang rendah hati, dan punya gambaran bagaimana cara memenej perasaan.
Rasulullah menjadi manusia hebat karena bersungguh-sungguh dan menikmati segala proses yang dilalui. Kita disuguhkan kisah perjuangan Nabi yang 23 tahun ; panjang dan penuh tantangan.
Hal ini agar kita sebagai ummatnya tahu bahwa berproses adalah cara kita mengimani sunnatullah. Allah adalah Rabb yang Maha bijaksana, Al Hakim. Dia menetapkan sebuah sistem dimana siapapun yang ingin berjaya; janganlah ia nafikan proses.
kata Syaikh Hasan Diddou, “Salah satu tiang yang menyangga kesuksesan Rasulullah adalah berlevel dan berproses”. Mentalitas dan kualitas diri hanya bisa didapatkan dari kesungguhan melalui proses panjang.
HMI adalah salah satu wadah yang disediakan, 78 tahun yang lalu oleh Ayahanda Lafran Pane, Dkk agar siapapun yang masuk di dalamnya harus berproses secara baik, di tempat ini kita dididik menjadi kader yang siap mengemban amanah ke-umatan dan ke-bangsaan.
Warisan terbaik dalam hidup adalah berbuat kebaikan, dan HMI adalah satu dari sekian sarana untuk berbuat baik pada banyak orang. Melayani orang yang pantas dilayani. Dalam berproses jangan pernah merasa ada yang memaksa untuk menyerahkan kebaikan.
Bersihkan tangan kita dari mendapatkan segala sesuatu dari hasil yang tidak baik saat berproses. Sebab apapun kehebatan yang didapatkan dari hasil dan proses yang tidak baik, akan mengantarkan siapapun pada akhir yang tidak bahagia.
Jangan sia-siakan kesempatan saat sedang menempa diri di HMI, berproseslah dengan baik dan kaffah, pada akhirnya nanti kita akan tahu betapa nikmatnya ber-HMI.
Dalam sofisme moderen, ada yang disebut ecstasy, bisa jadi kita pernah berada dalam keasyikan-keasyikan seperti itu di HMI. Sampai-sampai nyaris lupa selesai Kuliah, Untunglah tiap hari kena semprot dari orang tua.
Sekarang menurut saya, HMI harus menarik ghiroh masa lalunya untuk menemukan bentuk pergolakannya hari ini. HMI saat ini seperti kehilangan Common Enemy.
Dari tahun 1947 hingga era 80-an dan awal reformasi, HMI selalu menemukan momentum dan dinamika. Selalu ada gerakan dan diskursus yang mengandaikan HMI bergerak dari satu titk ke titik lain. Menjadi dinamik !
Kalau awal mula berdiri HMI punya basic demand, maka sekarang HMI mesti bertanya pada dirinya, apa basic demand HMI hari ini?. Dulu, ada terminologi yang paling agresif di HMI, “bergerak atau kafir?”. Saya di tuturkan oleh senior saat berada di kupang.
Sekarang, HMI seakan bergerak, tapi dalam paroki yang amat sempit. HMI tampak sibuk dengan dirinya. Sibuk menyatukan patahan-patahan kecil, hanya karena goncangan ringan di sekitar dengan amplifikasi politik kekuasaan yang remeh temeh.
Ingat, HMI pernah melewati goncangan ideologis. Efek goncangan ideologis itu, membelah HMI dalam dua lempengan besar. Efek residunya masih ada hingga hari ini. Itu ujian kekuasaan. HMI mestinya lebih matang dengan situasi demikian.
Hari-hari ini, fragmen-fragmen sosial itu menganga lebar, Di depan mata kader HMI. Dikotomi-dikotomi sosial seakan difasilitasi politik kekuasaan. Pilar-pilar demokrasi menjadi lumpuh total.
Sumber daya politik dan ekonomi serta sirkulasinya, hanya bergerak di sekitar sekelompok kecil elit yang menguasai 80% sumber daya ekonomi. Demokrasi mengalami konglomerasi.
Ruh dari pada aktivisme politik menjadi pudar dan transaksional. HMI mesti secara cepat mereformulasi apa basic demand-nya hari ini !.
Dari Narasi diatas, perjalanan saya terasa begitu panjang dan makin menemukan titik-titik rumitnya. Entah pemikiran saya yang makin menemukan relevansi kekinian yang kompleks, atau jangan-jangan pikiran ini tak lazim, tidak berguna hingga sepi dalam keramaian.