OPINI

Memahami Niat dan Perbuatan Melalui Kacamata Neurosains

ruminews.id- Dalam penelitian mutakhir, otak kita bekerja sebagai sebuah sistem yang saling terhubung, bukan sebagai bagian-bagian terpisah dengan fungsi tertentu. Semua bagian otak saling berkomunikasi dan bekerjasama untuk membantu kita memahami dunia, membuat keputusan, dan bertindak. Banyak orang menganggap otak seperti komputer, dimana ada “bagian khusus” untuk berpikir (logika), merasa (emosi), dan bertindak.

Namun, otak lebih seperti “orkestra”, dimana setiap instrumen (bagian otak) memainkan perannya secara harmonis untuk menciptakan satu musik yang utuh. Ketika kita memutuskan untuk membantu seseorang, itu bukan hanya karena emosi, tetapi juga karena otak kita memproses informasi, membuat prediksi, dan menggerakkan tubuh kita secara terkoordinasi.

Syahril Syam – Pakar Pemberdayaan Diri.

Otak tidak hanya merespons dunia luar seperti kamera yang merekam apa yang terjadi. Sebaliknya, otak adalah “mesin prediksi”. Ia terus memprediksi apa yang mungkin terjadi berdasarkan pengalaman sebelumnya dan menggunakan prediksi itu untuk menentukan tindakan terbaik. Jika kita melihat seseorang menjatuhkan barang, otak kita mungkin memprediksi bahwa mereka butuh bantuan, sehingga kita langsung bertindak.

Tidak ada “pusat logika” atau “pusat emosi” yang bekerja secara terpisah. Semua perasaan, pikiran, dan tindakan melibatkan kerjasama seluruh otak. Ketika kita merasa kasihan kepada seseorang (emosi), itu melibatkan bagian otak yang memproses hubungan sosial. Saat kita memutuskan cara membantu (logika), bagian lain dari otak membantu kita mengevaluasi opsi. Ketika kita benar-benar membantu (gerakan), bagian yang mengontrol tubuh kita ikut bekerja.

Ketika seseorang menolong orang lain demi kepentingan tertentu, otak tidak lagi berfokus pada perasaan empati, melainkan pada hasil atau manfaat yang diharapkan dari tindakan tersebut. Dalam situasi ini, otak limbik memproses motivasi berbasis kepentingan. Alih-alih empati, mungkin yang muncul adalah keinginan untuk mendapatkan penghargaan, status sosial, atau keuntungan material.

Baca Juga:  Indonesia Emas 2045: Antara Mimpi dan Realita (Dialog Imajiner)

Neokorteks berperan dalam memproses informasi sosial dan mengevaluasi tindakan berdasarkan norma atau keuntungan pragmatis. Ini termasuk membuat prediksi tentang bagaimana tindakan tersebut akan diterima oleh orang lain atau manfaat apa yang bisa diperoleh (Saya akan dipuji jika saya membantu dia di depan umum). Setelah motivasi dan rencana ditetapkan, otak reptil menggerakkan tubuh untuk melaksanakan tindakan. Tindakan membantu ini mungkin dilakukan secara otomatis, tetapi didasari oleh motivasi rasional yang sudah diproses di neokorteks.

Dalam kasus ini, realitas yang dirasakan individu sebagian besar dibentuk oleh prediksi tentang respons sosial dan hasil yang diinginkan. Orang tersebut tidak sepenuhnya merasakan empati, tetapi dia masih membangun realitas berdasarkan asumsi tentang bagaimana tindakan akan menguntungkan dirinya. Orang tersebut memprediksi bahwa tindakannya akan meningkatkan citra dirinya, mendapatkan rasa hormat, atau memengaruhi orang lain untuk membalas budi. Ini adalah bentuk model internal yang dibuat otak untuk memandu perilaku. Realitas yang terbentuk adalah bahwa menolong seseorang bukan semata-mata untuk kebaikan orang tersebut, tetapi untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Bagi individu ini, tindakan baik tetap terlihat sebagai “realitas sosial yang benar”, meskipun niatnya berbeda.

Jadi, saat kita menolong karena empati, otak limbik memainkan peran utama dengan memicu perasaan kasih atau kepedulian. Tindakan tersebut dilakukan untuk kepentingan orang lain, tanpa ekspektasi langsung akan imbalan. Sedangkan dalam kasus di atas, motivasi berasal dari prediksi yang lebih logis atau strategis, dengan neokorteks mengambil peran dominan (berpikir pragmatis).

Baca Juga:  Kabur Aja Dulu : Fenomena Brain Drain dan Dilema Talenta Indonesia

Otak limbik cenderung hanya memainkan peran kecil, seperti menekan rasa bersalah atau menciptakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Menolong karena empati didorong oleh emosi murni tanpa perhitungan besar, tetapi berorientasi pada hubungan antarmanusia. Sedangkan menolong karena adanya kepentingan tertentu, didorong oleh logika strategis untuk mendapatkan manfaat pribadi, dengan ketulusan yang terbatas.

Ada lagi niat yang lebih tinggi dari demi kepentingan tertentu dan empati, yaitu mengharapkan ridha Sang Maha Sempurna. Ketika kita menolong orang lain murni karena mengharapkan ridha Sang Maha Sempurna, maka tindakan tersebut mencerminkan motivasi spiritual yang mendalam. Dalam konteks kerja otak yang terintegrasi, tindakan ini melibatkan proses kompleks yang tidak hanya mencakup aspek emosional dan rasional, tetapi juga keyakinan yang melibatkan dimensi makna dan tujuan hidup.

Dalam konteks spiritual, otak mengkonstruksi realitas berdasarkan keyakinan terhadap nilai-nilai agama, moralitas, dan tujuan hidup. Keyakinan kepada Sang Maha Sempurna memengaruhi cara kita memandang dunia dan menentukan makna dari setiap tindakan. Otak menggunakan keyakinan ini untuk membuat prediksi tentang konsekuensi spiritual dari tindakan. Kita percaya bahwa menolong orang lain akan membawa keridhaan-Nya.

Otak limbik berperan dalam memunculkan perasaan cinta kepada Sang Maha Sempurna dan rasa empati kepada sesama manusia. Namun, dalam konteks ini, emosi tersebut tidak berhenti pada hubungan antarmanusia, tetapi ditransformasikan menjadi bentuk ibadah kepada Sang Maha Sempurna.

Ketika kita menolong demi ridha Sang Maha Sempurna, otak limbik memproses perasaan damai, syukur, dan kebahagiaan yang timbul dari keyakinan bahwa Sang Maha Sempurna memerintahkan kita melakukan amal tersebut. Ini adalah bentuk kepuasan spiritual yang berbeda dari kepuasan material atau sosial. Neokorteks, yang bertanggung jawab atas logika dan perencanaan, memainkan peran dalam menghubungkan tindakan menolong dengan konsekuensi akhirat (Saya membantu orang ini karena Sang Maha Sempurna memerintahkan untuk berbuat baik. Pahala saya ada di sisi-Nya, bukan pada penilaian manusia).

Baca Juga:  Resonansi Positif : Rahasia Meningkatkan Hubungan Emosional dengan Pasangan dan Keluarga.

Otak memprediksi bahwa menolong akan membawa manfaat spiritual, meskipun mungkin tidak ada keuntungan langsung secara duniawi. Prediksi ini didasarkan pada keyakinan agama yang mendalam, seperti firman-Nya: “Barangsiapa yang melakukan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat balasannya” (QS 99:7). Setelah motivasi spiritual ditentukan dan rencana tindakan dibuat, otak reptil bertanggung jawab untuk menggerakkan tubuh. Dalam situasi ini, tindakan membantu dilakukan dengan lancar dan ikhlas karena didasari niat yang sudah terinternalisasi. Ketika kita bertindak karena niat semata-mata karena-Nya, otak reptil menjalankan perintah tanpa terpengaruh oleh hambatan emosional seperti rasa gengsi atau keinginan akan pengakuan.

Menolong demi ridha Sang Maha Sempurna menunjukkan bagaimana otak manusia mampu bekerja secara terintegrasi dalam konteks spiritual. Motivasi spiritual ini melibatkan otak limbik (emosi), neokorteks (logika berbasis agama), dan otak reptil (tindakan otomatis). Realitas yang terbentuk adalah keyakinan bahwa setiap perbuatan baik bernilai ibadah, dan prediksi otak diarahkan pada balasan di akhirat karena kita yakin bahwa Sang Maha Sempurna mencintai perbuatan baik, bukan pada hasil duniawi.

Hal ini menciptakan tindakan yang tulus, ikhlas, dan bermakna mendalam. Menolong karena ridha Sang Maha Sempurna menghubungkan dunia nyata dengan tujuan spiritual. Ini bukan hanya soal membantu, tetapi juga soal menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai agama, yang memberikan makna mendalam bagi setiap tindakan.

@pakarpemberdayaandiri

Share Konten

Opini Lainnya

IMG-20250410-WA0068
Jangan Biarkan Perasaan Ini Mengendalikan Diri Dalam Mencari Rezeki
IMG-20250326-WA0012
Mudik Lancar, Ekonomi Lancar
IMG-20250326-WA0010
Kritik atas Tafsir Tradisional dalam Islam
IMG-20250323-WA0285
Panggung Impostor : Kecemasan HAM menuju Indonesia Emas
IMG-20250319-WA0017
Pemikiran Bung Hatta tentang Al-Quran Dibicarakan di Ma'REFAT INSTITUTE
IMG-20250316-WA0008
APBN 2025: Mengukir Strategi Pertumbuhan Ekonomi di Tengah Tantangan Global
GAYA-HIDUP
Omong Kosong Gaya Hidup Hijau di Bulan Ramadhan.
IMG-20250310-WA0071
Puasa Sebagai Obat Stres Kronis
IMG-20250310-WA0153
Fatimah Al – Fihrih Yang Dirindukan
IMG-20250308-WA0165
Indonesia Tetap Akan Gelap Jika Penguasa Melanggar Konstitusi
Scroll to Top