OPINI

Selflessness, Materialisme dan Kesehatan Mental

ruminews.id – Depresi telah diidentifikasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai salah satu penyebab utama kecacatan secara global. Ini menunjukkan bahwa depresi memiliki dampak besar terhadap kualitas hidup seseorang, dan memengaruhi kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja dan dalam hubungan sosial. Berdasarkan penelitian, diperkirakan bahwa lebih dari satu dari sepuluh orang di dunia akan mengalami depresi dalam hidup mereka.

Christopher M. Wegemer, peneliti dan pengajar di University of California, dalam artikelnya yang berjudul “Selflessness, Depression, and Neuroticism: An Interactionist Perspective on the Effects of Self-Transcendence, Perspective-Taking, and Materialism” ( Ketidakegoisan, Depresi, dan Neurotisisme: Perspektif Interaksionis tentang Pengaruh Transendensi Diri, Kemampuan Mengambil Perspektif, dan Materialisme ), mengulas penelitian terkait hubungan antara sifat selflessness ( Ketidakegoisan ), depresi, dan neurotisisme ( kecenderungan untuk merasa cemas, takut, atau mudah terpengaruh secara emosional ), dengan menggunakan pendekatan yang disebut Interactionist Perspective, yaitu bagaimana berbagai faktor psikologis berinteraksi satu sama lain dan memengaruhi keadaan mental seseorang.

Baca Juga:  Mudik Lancar, Ekonomi Lancar

Selflessness berarti kemampuan untuk mengesampingkan kepentingan diri sendiri dan berfokus pada kesejahteraan orang lain. Konsep ini berkaitan dengan self-transcendence, yaitu kemampuan kita untuk melihat diri sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar. Misalnya, membantu orang lain atau berkontribusi pada masyarakat. Orang yang lebih selfless (tidak egois) cenderung memiliki hubungan sosial yang lebih baik dan lebih mampu mengelola emosi mereka. Mereka tidak terlalu terfokus pada keinginan pribadi dan lebih memikirkan kebahagiaan orang lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang lebih selfless cenderung memiliki gejala depresi dan neurotisisme yang lebih rendah. Artinya, melibatkan diri dalam hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain, seperti memberi atau berbagi waktu, dapat membantu mengurangi perasaan depresi dan cemas.

Syahril Syam – Pakar Pemberdayaan Diri.

Perspective-Taking adalah kemampuan untuk memahami perasaan dan pemikiran orang lain. Ketika kita dapat melihat dunia dari sudut pandang orang lain, maka kita menjadi lebih empatik dan cenderung memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Dalam konteks penelitian ini, perspective-taking dapat membantu meringankan beban emosional, seperti perasaan cemas atau terisolasi, yang sering terkait dengan depresi. Orang yang lebih mampu mengerti perasaan orang lain cenderung lebih puas dalam hubungan sosial mereka, yang pada gilirannya berdampak positif pada kesehatan mental. Sedangkan materialisme mengacu pada keinginan yang kuat untuk memiliki barang-barang materi atau status sosial. Dalam penelitian ini, orang yang sangat fokus pada materialisme cenderung lebih tertekan dan lebih mudah merasa cemas atau tidak puas.

Baca Juga:  Mitos Tiga Bagian Otak

Ketika seseorang terlalu terfokus pada barang-barang materi atau pencapaian material dan status sosial, mereka seringkali merasa tidak pernah cukup, yang dapat memicu perasaan depresi dan neurotisisme. Penelitian tersebut menemukan bahwa materialisme memiliki hubungan positif dengan depresi. Artinya, semakin materialistik seseorang, maka semakin besar kemungkinan mereka mengalami perasaan depresi. Ketiga faktor ini (self-transcendence, perspective-taking, dan materialisme) berinteraksi satu sama lain dalam memengaruhi keadaan mental seseorang. Misalnya, meskipun seseorang memiliki perspective-taking yang baik, tapi jika mereka terlalu materialistik, mereka cenderung tetap mengalami perasaan tidak puas atau tertekan.

Sebaliknya, jika kita memiliki sikap selfless (tidak egois) dan mengembangkan kemampuan perspective-taking, maka kita lebih cenderung merasa lebih puas dan memiliki kesehatan mental yang lebih baik. Artinya, fokus pada kebahagiaan orang lain dan mengurangi perhatian pada materi bisa membantu memperbaiki kesejahteraan mental. Di sisi lain, sifat egois yang berfokus pada materi dapat memperburuk kondisi mental seseorang. Ini berarti jika kita ingin mengurangi perasaan tertekan atau cemas, kita bisa mulai dengan lebih fokus pada kebahagiaan orang lain, meningkatkan empati, dan mengurangi keinginan akan barang-barang materi atau status sosial.

Baca Juga:  Winning Streaks Dan Losing Streaks

Syahril Syam – @pakarpemberdayaandiri

Share Konten

Opini Lainnya

IMG-20250410-WA0068
Jangan Biarkan Perasaan Ini Mengendalikan Diri Dalam Mencari Rezeki
IMG-20250326-WA0012
Mudik Lancar, Ekonomi Lancar
IMG-20250326-WA0010
Kritik atas Tafsir Tradisional dalam Islam
IMG-20250323-WA0285
Panggung Impostor : Kecemasan HAM menuju Indonesia Emas
IMG-20250319-WA0017
Pemikiran Bung Hatta tentang Al-Quran Dibicarakan di Ma'REFAT INSTITUTE
IMG-20250316-WA0008
APBN 2025: Mengukir Strategi Pertumbuhan Ekonomi di Tengah Tantangan Global
GAYA-HIDUP
Omong Kosong Gaya Hidup Hijau di Bulan Ramadhan.
IMG-20250310-WA0071
Puasa Sebagai Obat Stres Kronis
IMG-20250310-WA0153
Fatimah Al – Fihrih Yang Dirindukan
IMG-20250308-WA0165
Indonesia Tetap Akan Gelap Jika Penguasa Melanggar Konstitusi
Scroll to Top